Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR) Yuddy Renaldi ditetapkan sebagai tersangka di dua kasus yang berbeda, masing-masing oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah menetapkan Yuddy sebagai tersangka lebih dulu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan 27 Februari 2025. Yuddy menjadi satu dari total lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di BJB.
Meski demikian, Yuddy dan empat orang tersangka lainnya belum ditahan oleh penyidik KPK. Pemeriksaan pun masih berlanjut sampai dengan saat ini. Teranyar, Rabu (23/7/2025), penyidik memeriksa Yuddy namun dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka lain.
Penyidik mendalami keterangan mantan pimpinan bank daerah itu ihwal penerimaan uang oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB atas pengadaan iklan.
"Yang bersangkutan dimintakan kesaksiannya terkait peristiwa-peristiwa penerimaan uang dari para perusahaan agency ke Divisi Corsec Bank BJB pada tahun 2023," ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).
Adapun saat pemeriksaan saksi lain sebelumnya, KPK juga mengendus dugaan adanya hubungan istimewa dan aliran dana antara sejumlah perusahaan agensi dengan Divisi Corsec BJB di 2023.
Baca Juga
Secara total, KPK menyebut BJB telah mengeluarkan biaya sebesar Rp409 miliar untuk penempatan iklan di media massa melalui enam agensi. Namun, sebesar Rp222 miliar dari jumlah tersebut malah dibelanjakan secara fiktif untuk keperluan di luar penganggaran atau non-budgeter.
Selain Yuddy, empat orang tersangka lainnya yaitu Pimpinan Divisi Corsec BJB Widi Hartono; pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Ikin Asikin Dulmanan ; pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress, Suhendrik; serta pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), Sophan Jaya Kusuma.
Kasus Sritex
Kendati lebih dulu menyandang status tersangka di KPK, Yuddy duluan menjadi tahanan Kejagung akibat kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada raksasa tekstil yang bangkrut, PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex.
Pada kasus Sritex, penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan total 11 orang tersangka termasuk Yuddy hingga mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto. Yuddy ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Sprindik yang terbit 21 Juli 2025.
Berbeda dengan KPK, Kejagung telah lebih dulu melakukan penahanan terhadap Yuddy. Namun, karena kondisi kesehatan, dia berstatus tahanan kota.
"Tersangka YR dilakukan Penahanan Kota selama 20 (dua puluh) hari ke depan karena alasan kesehatan," ujar Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna.
Korps Adhyaksa menyebut peran Yuddy dalam kasus Sritex adalah memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada perusahaan tekstil itu sebesar Rp350 miliar. Padahal, dia mengetahui bahwa Sritex sebelumnya tidak mencantumkan sudah memeroleh kredit existing sebesar Rp200 miliar.
BJB pun bukan satu-satunya bank pembangunan daerah (BPD) yang terseret kasus Sritex. Ada PT Bank DKI Jakarta dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah atau Bank Jateng.
Kejagung menduga pemberian kredit secara melawan hukum dari tiga bank tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp1 triliun. Nilai final kerugian itu tengah dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).