Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saling Serang Thailand-Kamboja Berbuntut Perang Panas di Medsos

Ketegangan Thailand-Kamboja memanas di media sosial, dipicu konflik perbatasan dan klaim budaya. Netizen saling serang, menyebar kebencian dan informasi tak jelas.
Asap mengepul dari sebuah bangunan, di tengah bentrokan antara Thailand dan Kamboja, di distrik Kantharalak, provinsi Sisaket, Thailand, 24 Juli 2025./Reuters/TBPS
Asap mengepul dari sebuah bangunan, di tengah bentrokan antara Thailand dan Kamboja, di distrik Kantharalak, provinsi Sisaket, Thailand, 24 Juli 2025./Reuters/TBPS
Ringkasan Berita
  • Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat di media sosial, dengan masyarakat kedua negara saling menuduh dan berdebat mengenai isu nasional seperti kepemilikan kuil dan asal-usul budaya.
  • Serangan di perbatasan memperburuk situasi, mendorong kaum muda dari kedua negara untuk saling melontarkan sindiran pedas secara daring, menggunakan tagar dan video untuk mendukung pandangan masing-masing.
  • Asosiasi jurnalis dari kedua negara memperingatkan tentang penyebaran informasi tanpa sumber yang jelas di media sosial, yang dapat memperburuk hubungan bilateral dan memicu kekerasan lebih lanjut.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA - Keadaan tegang yang saat ini terjadi antara Thailand-Kamboja memanas hingga media sosial.

Masyarakat dari kedua negara sama-sama melemparkan tudingan dan kata-kata tajam di medsos. Para nasionalis berselisih mengenai beberapa hal yang menjadi kebanggaan nasional-mulai dari kepemilikan kuil dan wilayah hingga asal-usul tarian, kostum, makanan, dan olahraga tradisional.

Ketegangan meningkat dalam beberapa pekan terakhir terlebih saat serangan mematikan pada Kamis terjadi di perbatasan. Hal ini pun mendorong kaum muda di kedua belah pihak untuk saling melontarkan sindiran pedas secara daring.

Kolom komentar unggahan media sosial tentang konflik tersebut telah berubah menjadi medan perang daring, dengan pengguna Thailand dan Kamboja saling berdebat dan mendukung versi resmi pemerintah masing-masing tentang peristiwa tersebut.

"Keadilan untuk Kamboja," komentar seorang pengguna Kamboja pada video TikTok seorang pengguna yang mencoba menjelaskan konflik tersebut, dikutip dari BBC.

Netizen Kamboja kemudian mengatakan bahwa penyerangan dimulai karena tentara Thailand.

"[Siapa] yang akan percaya [apa] yang dikatakan negara penipu terbesar?" jawab seorang pengguna Thailand, merujuk pada pusat-pusat penipuan yang tersebar luas di Kamboja yang telah menjebak ratusan ribu orang.

"Kamboja menembaki Thailand terlebih dahulu. Ini kebenarannya. Bergabunglah dengan menggunakan tagar #CambodiaOpenedFire," tulis seorang pengguna Thai X, dalam sebuah unggahan yang telah dilihat jutaan kali.

Sementara itu, warga Kamboja menggunakan tagar "Thailand melepaskan tembakan" dan membuat video mereka sendiri tentang konflik tersebut.

Adapun ketegangan perbatasan antara kedua negara telah memanas sejak Mei, setelah bentrokan singkat menewaskan seorang tentara Kamboja. Kedua negara memberlakukan pembatasan perjalanan dan memperkuat kehadiran militer di sepanjang perbatasan.

Ketika hubungan bilateral merosot ke level terendah dalam satu dekade, beberapa pihak menyuarakan kekhawatiran tentang penyebaran kebencian di media sosial yang mengancam akan semakin memecah belah rakyat kedua negara.

Asosiasi jurnalis Kamboja dan Thailand mengeluarkan pernyataan bersama pada bulan Mei, yang menyatakan bahwa pengguna media sosial telah "menyebarkan informasi tanpa sumber yang jelas" dan "menyebabkan kebingungan".

Kedua kelompok kemudian mendesak pengguna media sosial untuk "mempertimbangkan dengan cermat potensi konsekuensinya" ketika membagikan konten terkait perbatasan.

Seiring memanasnya situasi, beberapa pihak juga telah melampiaskan permusuhan mereka secara offline. Sebuah video viral yang diunggah pada hari Kamis menunjukkan seorang pria Thailand yang tampak meminta pekerja Kamboja untuk berbicara bahasa Khmer - sebelum menampar wajah salah satu dari mereka.

"Kita sekarang mulai melihat kekerasan, bahkan di antara kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak memiliki konflik di antara mereka," ujar Wilaiwan Jongwilaikasaem, seorang profesor jurnalisme di Universitas Thammasat, kepada BBC Thai, seraya menggambarkan para influencer nasionalis tersebut sebagai pihak yang melancarkan "perang kebencian".


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro