Bisnis.com, JAKARTA - Thailand dan Kamboja kembali dihadapi konflik panas yang diakibatkan sengketa perbatasan. Kejadian ini merupakan konflik yang sudah terjadi sebelumnya, dan sangat disayangkan karena berhasil memakan korban jiwa.
Namun, konflik ini kembali mengingatkan tentang sejarah yang dilakukan oleh mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mendamaikan kedua negara tersebut pada tahun 2011.
Konflik ini kembali mengenang peran Indonesia yang pernah mendamaikan kedua negara tersebut, melalui diplomasi ASEAN pada 08 Mei 2011. Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN yang juga menjabat sebagai Sekretaris II Bakomstra DPP Partai Demokrat, Hendri Teja melalui unggahan Instagram pribadinya (@hendriteja_) membagikan video singkat yang berisi momen mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, sedang mencoba proses mediasi antara Thailand dan Kamboja.
Dalam kondisi panas tersebut, Indonesia sebagai Ketua ASEAN di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengambil tindakan bersama Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, untuk berperan aktif sebagai mediator dan penjembatan konflik, mewakili semangat ASEAN yang dikenal sebagai kawasan damai.
SBY menunjukkan sikap diplomatis yang sangat penting dalam krisis ini, dengan:
- Bertindak netral dan tidak memihak salah satu negara
- Mendengarkan kedua pihak secara adil dan terbuka
- Membuka ruang dialog, dan tidak menuju pada adu kekuatan
- Mengutamakan solusi damai jangka panjang, dan bukan reaksi sesaat
- Menekankan kerja sama regional dan solidaritas ASEAN sebagai wadah penyelesaian
Puncak dari mediasi tersebut yakni saat Presiden SBY berhasil mempertemukan PM Abhisit (Thailand) dan PM Hun Sen (Kamboja) di Jakarta. Dengan pendekatan diplomatik yang tenang, empati, dan niat baik, kedua pemimpin akhirnya sepakat untuk meredakan ketegangan. Hasil dari kesepakatan tersebut, konflik mampu diredam dan perdamaian dijaga selama lebih dari satu dekade.
Dilansir dari The Guardian, Sabtu (26/07/2025), konflik yang berlangsung lama antara Thailand dan Kamboja meningkat secara dramatis pada hari Kamis (24/07). Thailand melancarkan serangan udara terhadap sasaran militer Kamboja dan menuduh Kamboja menembakkan roket dan artileri.
Atas kejadian tersebut, setidaknya 11 warga sipil Thailand, termasuk seorang anak laki-laki berusia delapan tahun, dan seorang tentara Thailand tewas dalam kekerasan tersebut.
Perselisihan antara Thailand dan Kamboja sudah terjadi lebih dari satu abad dan dipicu oleh adanya perbatasan yang membentang lebih dari 508 mil (817 km). Hal ini telah terjadi berulang kali dan dipicu oleh sentimen nasionalis.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas sejak Mei lalu, ketika terjadi kontak senjata antara pasukan dari kedua negara di wilayah perbatasan yang masih disengketakan. Insiden tersebut mengakibatkan tewasnya satu tentara Kamboja dan memicu rentetan aksi balasan dari masing-masing pihak.
Sengketa perbatasan yang berkepanjangan mendorong Kamboja untuk mengajukan permohonan penyelesaian ke Mahkamah Internasional (ICJ). Namun, upaya ini diperkirakan tidak akan menghasilkan penyelesaian konkret karena Thailand tidak mengakui yurisdiksi pengadilan tersebut. Di tengah ketegangan tersebut, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang saat ini menjabat sebagai ketua ASEAN, menyerukan agar kedua negara menahan diri dan menghentikan eskalasi konflik.
Sementara itu, Perdana Menteri Sementara Thailand, Phumtham Wechayachai, menegaskan bahwa gencatan senjata diperlukan sebelum perundingan apa pun dapat dilakukan. Ia juga menambahkan bahwa belum ada pernyataan perang resmi dan bahwa konflik masih terbatas di wilayah tertentu.
Di sisi lain, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, telah membawa isu ini ke tingkat internasional dengan meminta Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang darurat, sambil mengecam tindakan militer Thailand yang menurutnya merupakan bentuk agresi tidak berdasar. (Maharani Dwi Puspita Sari)