Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SBY Ungkap Peta Geopolitik Dunia

SBY juga mempertanyakan hubungan antarbangsa saat ini apakah sudah benar-benar adil dan memenuhi kepentingan negara lain atau belum.
Presiden ke-6 Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pengarahan kepada kepala daerah pada Retret Kepala Daerah 2025 di Lembah Tidar Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, Kamis (28/2/2025)/Kemendagri
Presiden ke-6 Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pengarahan kepada kepala daerah pada Retret Kepala Daerah 2025 di Lembah Tidar Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, Kamis (28/2/2025)/Kemendagri

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membeberkan permasalahan geopolitik yang kini terjadi karena disebabkan oleh hak veto di PBB.

SBY mengatakan bahwa PBB memberikan hak veto kepada lima negara yang masuk ke dalam Dewan Keamanan PBB antara lain Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris dan Prancis.

Menurut SBY, negara super power yang kini memiliki hak veto di PBB tidak bisa diganjar penalti. Ditambah lagi, kata SBY, hak veto yang digunakan PBB juga selalu kandas di hadapan negara super power tersebut.

"Jadi biang keladi masalah peperangan dan geopolitik saat ini karena ada hak veto dan negara yang punya power juga tidak bisa disanksi karena bisa di veto. Ikhtiar PBB untuk menggunakan hak veto itu selalu kandas," tutur SBY di channel Youtube Gita Wirjawan yang diakses Sabtu (21/6/2025).

SBY juga mempertanyakan hubungan antarbangsa saat ini apakah sudah benar-benar adil dan memenuhi kepentingan negara lain atau belum seperti pada isu perubahan iklim yang menjadi masalah di setiap negara

"Apa mereka tidak peduli dan berkompetisi menjadi new global leader," katanya.

SBY juga memberikan dukungannya jika negara yang tergabung dalam PBB ingin membuat tatanan dunia yang baru, namun negara yang membuat aturan baru itu, jangan negara yang banyak dikritik oleh negara lainnya.

"Jangan-jangan memang ada tatanan absolut yang harus diperbaharui, kita bikin tatanan baru dan aturan baru, lalu siapa yang menulis aturan baru ini? Jangan sampai yang membuat aturan ini adalah negara yang kita kritik," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper