Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Belanda runtuh pada Selasa (3/6/2025) waktu setempat setelah politikus sayap kanan Geert Wilders menarik diri dari koalisi.
Melansir Al Jazeera pada Kamis (5/6/2025) Wilders mundur setelah perselisihan mengenai langkah-langkah anti-imigrasi yang diusulkan partainya. Keputusan Wilders pun mendorong kabinet Belanda dan Perdana Menteri Dick Schoof untuk mengundurkan diri.
Wilders mengumumkan penarikan partai sayap kanannya, Partai untuk Kebebasan (PVV), dari pemerintahan koalisi sayap kanan Belanda yang baru berusia 11 bulan. Wilders mengatakan tiga partai lain dalam koalisi tersebut gagal mendukung rencananya untuk menindak tegas suaka bagi para pengungsi.
"Tidak ada tanda tangan dalam rencana suaka kami. PVV meninggalkan koalisi," tulis Wilders dalam unggahan di X pada Selasa setelah pertemuan singkat di parlemen dengan para pemimpin partai.
Selain PVV, koalisi tersebut terdiri dari Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD), Gerakan Petani-Warga (BBB) dan Kontrak Sosial Baru (NSC).
Pada 26 Mei 2025, Wilders mengumumkan rencana 10 poin untuk memangkas migrasi secara besar-besaran, menempatkan pejabat militer di perbatasan darat Belanda dan menolak semua pencari suaka. Wilders mengancam, saat itu, bahwa partainya akan menarik diri dari koalisi jika kebijakan migrasi tidak diperketat.
Baca Juga
Keempat partai yang meninggalkan koalisi pemerintah Belanda secara kumulatif memiliki 88 kursi di DPR yang beranggotakan 150 orang.
PVV memenangkan pemilihan umum November 2023 dengan 23% suara dan 37 kursi, jumlah kursi terbanyak di parlemen dari semua partai. Jumlah kursi mayoritas di DPR adalah 76 kursi. Penarikan diri tersebut membuat koalisi hanya memiliki 51 kursi.
Perdana Menteri Menyusul
Setelah Wilders mengumumkan penarikan diri, rapat kabinet darurat pun diadakan. Setelah itu, Schoof mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri, beberapa jam setelah penarikan diri PVV.
“Saya telah berulang kali mengatakan kepada para pemimpin partai dalam beberapa hari terakhir bahwa runtuhnya kabinet tidak perlu dan tidak bertanggung jawab,” kata Schoof dalam rapat kabinet darurat.
Schoof melanjutkan, Belanda menghadapi tantangan besar baik secara nasional maupun internasional yang menuntut ketegasan dari pemerintah.
Pemimpin lain dalam koalisi tersebut menyebut Wilders tidak bertanggung jawab dan menyalahkannya karena mengutamakan kepentingan politiknya sendiri di atas kepentingan negara.
“Ada perang di benua kita. Alih-alih menghadapi tantangan, Wilders justru menunjukkan bahwa dia tidak mau bertanggung jawab,” kata Dilan Yesilgoz, pemimpin VVD, yang memiliki 24 kursi di DPR.
Pemimpin NSC Nicolien van Vroonhoven menyebut Wilders tidak bertanggung jawab untuk menjatuhkan pemerintah saat ini. Adapun, partai NSC memiliki 20 kursi di DPR Belanda.
Kepala aliansi oposisi GreenLeft-Labour Frans Timmermans mengatakan dia tidak melihat cara lain untuk membentuk pemerintahan yang stabil selain pemilihan umum lebih awal.