Bisnis.com, JAKARTA — Ketua MPR RI Ahmad Muzani ikut angkat bicara ihwal rencana pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan yang akan merevisi atau menulis ulang sejarah Indonesia.
Dia berpandangan, recana tersebut dimaksudkan untuk memperkaya semua sejarah nasional dan sejarah pergerakan yang ada di Tanah Air.
“Semua upaya yang dimaksudkan untuk memperkaya semua sejarah nasional kita, sejarah pergerakan kita, saya kira itu kita sambut dengan baik, kita sambut dengan gembira,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
Sekjen Gerindra ini melanjutkan, sejarah memiliki versinya masing-masing, sehingga dia memandang tidak ada kebenaran secara final soal sejarah apapun itu.
“Karena itu semua ikhtiar yang telah dilakukan berbagai macam instansi, perorangan, kelompok, dan penulis apapun bagi kami adalah upaya pemberi pengkataan terhadap sejarah kebangsaan kita,” tuturnya.
Pendapat Puan
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mewanti-wanti pemerintah agar tidak terburu-buru dan berhati-hati dalam rencana penulisan ulang atau revisi sejarah Indonesia.
Baca Juga
“Itu pasti jangan terburu-buru lah. Namanya penulisan sejarah itu harus dilakukan secara hati-hati,” tegas Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
Selain itu, Puan juga meminta agar penulisan ulang sejarah ini justru dapat meluruskan sejarah yang ada, bukannya malah mengaburkan suatu sejarah.
Di lain sisi, Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menolak rencana pemerintah yang akan merevisi atau melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua AKSI, Marzuki Darusman kala dirinya membacakan manifesto AKSI dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi X DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
“Kami dari AKSI [Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia] dengan ini menyatakan menolak proyek penulisan 'sejarah resmi’ Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia,” ucapnya.
Menurut dia, pemerintah seharusnya fokus dalam menyelesaikan 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Penyelesaian kasus HAM perlu dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah.