Bisnis.com, JAKARTA - Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo dijadwalkan akan dilantik sebagai Kepala Kepolisian RI oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Rabu (27/1/2021).
"Insya Allah beliau akan dilantik pada Rabu, tanggal 27 pekan ini. Insya Allah jika tidak ada halangan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono di kantornya, Jakarta Selatan pada Senin (25/1/2021).
Komjen Listyo Sigit akan menggantikan Kapolri Jenderal Idham Azis. Ia memasuki masa purna tugas pada 1 Februari 2021.
Listyo Sigit menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri. Jabatan itu ia emban sejak Desember 2019, menggantikan Jenderal Idham Azis yang diangkat menjadi Kapolri setelah Jenderal (Purn) Tito Karnavian mengemban tugas sebagai Menteri Dalam Negeri.
Pelantikan Kapolri oleh Presiden Jokowi bakal diselenggarakan di Istana Negara. Usai acara pelantikan, Listyo Sigit akan kembali ke Mabes Polri untuk melaksanakan upacara serah terima jabatan (Sertijab). Upacara Sertijab dijadwalkan pada pukul 11.00 WIB.
Proses Listyo sebagai calon tunggal Kapolri pun cukup lancer di DPR. Tapi, Koalisi Masyarakat Sipil yang fokus pada Reformasi Sektor Keamanan, mengkritik uji kelayakan dan kepatutan Calon Kapolri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo di DPR, yang dinilai minim evaluasi tentang HAM.
Koalisisi melihat ada sejumlah persoalan yang berpeluang menjadi masalah bagi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM ke depan.
"Pertama, pengaktifan Pam Swakarsa. Kami menilai kebijakan ini berpotensi melanggar HAM, karena tidak ada kualifikasi yang jelas mengenai organisasi yang dapat dikukuhkan sebagai Pam Swakarsa," kata koalisi dalam keterangan tertulis, Kamis (21/1/2021).
Koalisi Reformasi Sektor Keamanan ini terdiri dari sejumlah lembaga, yakni Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, Human Rights Working Group (HRWG), LBH Jakarta, Setara Institute, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Kedua, koalisi juga melihat tidak ada pengaturan yang jelas mengenai batasan wewenang Polri dalam melakukan pengerahan massa Pam Swakarsa dalam menjalankan sebagian tugas dan fungsi Polri dalam penjelasan calon Kapolri Listyo.
Hal ini, kata koalisi, berpotensi berujung pada peristiwa kekerasan, konflik horizontal, dan penyalahgunaan wewenang.
Ketiga, adalah terkait pemberian rasa aman investor. Koalisi memandang Polri berpotensi menjadi alat kepentingan pemodal dan elite tertentu.
Hal ini bertentangan dengan UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI menegaskan arah institusi Polri adalah alat kepentingan publik dengan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
"Polri harus netral dalam dinamika sosial-ekonomi. Keberpihakan pada investor ini telah berujung pada tindakan anggota Polri yang melanggar HAM di sejumlah wilayah, termasuk Surat Telegram Rahasia STR/645/X/PAM.3.2./2020 yang materinya bias kepentingan elite dan pemodal," kata koalisi.
Keempat, koalisi juga khawatir kebijakan ini akan meningkatkan kriminalisasi atau pemidanaan yang dipaksakan terhadap aktivis lingkungan yang kerap mengkritik dan menolak korporasi yang merusak lingkungan.
Kelima, koalisi juga menggarisbawahi tidak adanya solusi konkret mengenai berbagai permasalahan mendasar di tubuh Polri seperti penyiksaan, extrajudicial killing, penempatan anggota Polri pada jabatan di luar organisasi Polri, kontrol pertanggungjawaban etik, korupsi di tubuh Polri, dan penghalangan bantuan hukum.