Kabar24.com, JAKARTA--Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy mengatakan penyederhanaan demokrasi di Indonesia akan lebih efektif melalui peningkatan angka ambang batas sebagai syarat bagi parpol masuk parlemen (parliamentary threshold/PT).
Menurutnya, pelaksanaan demokrasi dan sistem pemilu di Indonesia termasuk paling rumit di dunia mengingat banyaknya partai dan rumitnya tahapan pemilu selama ini. Selain itu, selama ini yang ada hanyalah penyederhanaan kursi di parlemen, bukan penyederhanaan demokrasi dan system pemilu .
"Kalau mau sekalian saja PT ditinggikan, sehingga penyederhanaan partai benar-benar bisa diimplementasikan," katanya dalam diskusi "RUU Pemilu Membangun Sistem Pemilu yang Demokratis dan Berkualitas" bersama Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Juri Andiantoro dan Pegiat Demokrasi Sulistyono di ruang FPKB DPR, Kamis (15/9/2016).
Mantan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) itu menolak penyederhanaan demokrasi yang ditawarkan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Alasannya, varian-varian yang ditawarkan terlalu banyak.
"Kalau variannya terlalu banyak, ini bukan lagi penyederhanaan, namun memperumit," tegasnya.
Namun sayangnya, Lukman tidak mau menyebutkan berap PT yang diusulkan demi penyederhanaan demokrasi.
Sementara itu, kata Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Ida Fauziyah berharap agar Undang-Undang Pemilu nantinya bukan untuk kepentingan jangka pendek melainkan jangka panjang. Karena selama ini UU Pemilu sebelumnya selalu berganti setiap pemilu. Hal itu, ujarnya, selalu menyulitkan partai politik sebagai peserta pemilu.
"Kami harus mempelajari dan terus menyesuaikan sistem pemilu yang selalu berganti-ganti,” ujar Ida.
Selain karena berdasar kepentingan pemilu terdekat, lanjut Ida, UU Pemilu selalu berganti karena terdapat tumpang tindih dan disharmonis aturan antar undang-undang satu dengan undang-undang yang lain. Penyelenggara pemilu, pemilu presiden, dan pemilu legislatif diatur melalui undang-undang yang berbeda-beda, ujarnya.