Pidato Perdana SBY
Pada Pidato Kenegaraan perdana Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono memilih untuk fokus pada persoalan kestabilan dan keamanan di dalam negeri.
SBY dalam pidatonya menyatakan Indonesia masih dihantui dengan gangguan keamanan di dalam negeri seperti yang terjadi di Aceh dan Papua. Semua itu disebabkan oleh adanya gerakan separatis yang mencoba memisahkan diri dari Indonesia.
"Kita memang mewarisi beban-beban masa lalu, baik di Aceh maupun di Papua. Sejak awal kemerdekaan, Aceh adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumbangan tokoh-tokoh dan rakyat kita di Aceh dalam menegakkan kedaulatan negara di zaman revolusi, tidak mungkin kita lupakan untuk selama-lamanya. Ketika sebagian besar wilayah negara kita diduduki oleh pasukan Sekutu dan Belanda, kita menjadikan Aceh sebagai daerah modal," kata SBY.
SBY mengungkapkan dirinya terus melanjutkan langkah pemerintahan sebelumnya untuk melakukan pembicaraan informal dengan tokoh Gerakan Aceh Merdeka. Pembicaraan tersebut telah menghasilkan kesepakatan untuk GAM mengakhiri kegiatannya untuk memisahkan diri dari NKRI.
Pemerintahananya turut memberikan amnesti dan abolisi kepada para mantan aktivis GAM usai adanya penandatanganan MoU yang diteken di Helsinki, Finlandia.
"Semua agenda yang tertera dalam Memorandum Kesepahaman, akan kita laksanakan dengan konsisten. Saya minta kepada mantan aktivis GAM untuk juga mentaati kesepakatan itu," kata SBY.
Baca Juga
Sebagai presiden yang pertama kali dipilih melalui sistem pemilihan umum langsung, SBY berusaha menjaga kestabilan politik di dalam negeri. Hal itu pun terus ditekankan pada Pidato Kenegaraannya.
Kestabilan politik masuk dalam agenda pembangunan nasional. Dia bertekad untuk menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan keadilan dan penegakan hukum, memberantas korupsi dan melaksanakan reformasi birokrasi, serta terus memantapkan konsolidasi demokrasi. Sejak awal, Pemerintah telah bertekad untuk memerangi korupsi.
SBY memandang korupsi sebagai kejahatan serius yang telah menyengsarakan rakyat dan merusak moral bangsa. Mengambil pelajaran dari masa lalu, pemerintah harus benar-benar tegas dan konsisten dalam memberantas korupsi.
"Sebab itu, pada 9 Desember 2004 yang lalu, saya telah mencanangkan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi. Selanjutnya, sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah disusun Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009," kata SBY.