Bisnis.com, JAKARTA - Revisi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menuai polemik untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, dalam RUU KUHAP terdapat aturan yang dinilai dapat melemahkan tugas KPK dalam memberantas rasuah. KPK telah menyusun kajian yang hasilnya menemukan 17 poin pada RUU KUHAP berpotensi memengaruhi wewenangan pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah.
Semua bermula ketika KPK menyebut tidak dilibatkan dalam menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP oleh DPR.
Untuk itu, KPK telah menyurati Presiden Prabowo Subianto dan Ketua DPR Puan Maharani untuk meminta audiensi dalam pembahasan RUU KUHAP.
Surat permintaan audiensi itu pun telah disampaikan di antaranya kepada Ketua DPR Puan Maharani, dengan tembusan ke Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, yang juga Ketua Panja RUU KUHAP.
"Kami menyampaikan harapan untuk bisa beraudiensi, sekaligus kami menyampaikan pandangan dan usulan atau konfirmasi terhadap rancangan KUHAP yang kami pegang," ungkap Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto pada suatu diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Baca Juga
Imam secara blakblakan mengaku bahwa lembaganya tidak mengetahui bagaimana progres pembahasan RUU KUHAP di DPR hingga saat ini.
Oleh sebab itu, surat permintaan audiensi juga disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto, dengan tembusan ke Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
"Karena kami tidak tahu yang berkembang itu seperti apa sampai dengan saat ini. Termasuk juga kami menyampaikan surat audiensi dan usulan tersebut kepada Presiden, cc Menteri Hukum," lanjut Imam.
KPK Tidak Dilibatkan
Ketua KPK Setyo Budiyanto sebelumnya mengakui jika lembaganya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan RUU KUHAP.
Sejak awal, lembaganya yang juga terdepan menangani kasus-kasus pidana korupsi justru tidak dimintai pendapat oleh pemerintah serta DPR.
"Setahu saya sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan," ungkapnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Di sisi lain, DPR pun terkesan mengebut pembahasan RUU KUHAP. Menurut Ketua Komisi III DPR sekaligus Panja RUU KUHAP, Habiburokhman, pembahasan DIM bisa tuntas selama dua hari karena tidak secara keseluruhan dibahas oleh panja.
Dari total 1.676 DIM yang ada, Habiburokhman berujar panja Komisi III DPR hanya membahas substansi baru.
Hal tersebut dia sampaikan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).
“Ketika kemarin ya [ditanyakan] kok [pembahasan] DIM dikejar cepat sekali, hanya dua hari? Teman-teman, DIM dari pemerintah itu 80% sama, tetap, DIM tetap. Oke, sisanya ada perubahan redaksi dan lain sebagainya. Yang kita sepakat di awal, DIM tetap. Ini hanya mekanisme supaya kita tidak boros waktu,” tuturnya.
Respons DPR
Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan mengaku heran atas dengan KPK yang merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU KUHAP.
Menurut dia baik itu KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian semuanya adalah bagian sektor pemerintah alias lembaga eksekutif, yang dinaungi oleh Kementerian Hukum.
Saat pembahasan pun, lanjutnya, yang mewakili pemerintah dalam panita kerja (panja) revisi KUHAP adalah Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej.
“Nah, kami di DPR-nya. Jadi mari kita bedakan di mana mereka harus masuk, di mana kami tadi. Jadi posisi kami sudah selesai kan dalam konteks draf ya. Nah, pemerintah yang bikin DIM. Saran saya KPK, temui pemerintah, kalian kan di situ,” terangnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).
Pasalnya, jika KPK ingin memberikan masukan untuk revisi KUHAP seharusnya berdiskusi dengan Kementerian Hukum, karena yang ditunjuk pemerintah untuk maju adalah Menteri Hukum yang diwakili oleh wakilnya.
“Jadi kalau teman-teman KPK misalnya mau kasih masukan, itu jawabannya bisa dijelaskan begitu. Supaya masuk ke sana gitu. Masa satu rumah, gak cakap-cakap orang itu ya,” singgungnya.