Bisnis.com, JAKARTA – Serangan udara Israel di Jalur Gaza menewaskan dokter spesialis jantung ternama sekaligus Direktur Rumah Sakit Indonesia, dr. Marwan al-Sultan.
Melansir The Guardian, Kamis (3/7/2025), serangan ini menambah panjang daftar tenaga medis yang menjadi korban konflik. Menurut Healthcare Workers Watch (HWW), organisasi medis Palestina, al-Sultan adalah tenaga kesehatan ke-70 yang gugur dalam 50 hari terakhir.
Direktur HWW Muath Alser mengatakan kematian dr. Marwan merupakan kehilangan yang luar biasa bagi Gaza dan komunitas medis global.
”Ini bukan hanya tragedi personal, tetapi juga kehancuran atas dedikasi dan keahlian puluhan tahun yang sangat dibutuhkan saat ini,” ungkapnya.
Organisasi kemanusiaan MER-C Indonesia juga menyatakan bahwa dr. Marwan beserta keluarganya meninggal dalam serangan langsung terhadap kediaman mereka.
MER-C mengatakan ada sembilan warga Palestina termasuk dr. Marwan dan keluarganya dalam serangan udara Israel tersebut.
Baca Juga
MER-C mengatakan dr. Marwan al-Sultan merupakan sosok yang berdedikasi tinggi dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat Gaza, khususnya selama masa-masa krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.
”Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, tidak hanya bagi rekan-rekan sejawat, tetapi juga bagi para pasien dan seluruh masyarakat Gaza yang mengenalnya,” tulis MER-C melalui akun Instagram mereka.
Direktur RS al-Shifa Mohammed Abu Selmia menyebut al-Sultan sebagai salah satu dari dua ahli jantung terakhir di Gaza.
“Ia tidak bisa digantikan. Ribuan pasien jantung kini kehilangan harapan. Satu-satunya kesalahannya adalah karena ia seorang dokter,” katanya.
Al-Sultan sempat berbicara kepada The Guardian awal bulan ini, mengungkap situasi kritis di RS Indonesia akibat membeludaknya korban sipil pascaserangan intensif Israel sejak Mei.
Selain dirinya, tiga dokter lain, kepala perawat RS Indonesia dan RS Anak al-Nasser, seorang bidan senior, teknisi radiologi utama, serta puluhan tenaga medis muda turut gugur hanya dalam kurun 50 hari.
Tepat pada hari pertama Idulfitri, 6 Juni lalu, sembilan tenaga medis tewas di Gaza utara saat berlindung bersama keluarga mereka dari serangan udara.
Duka serupa dirasakan Fares Afana, kepala layanan ambulans di Gaza utara. Putranya, Bara’a—seorang paramedis muda—tewas dalam serangan ganda saat sedang menangani korban di kawasan al-Tuffah, Kota Gaza.
“Mereka sengaja dibidik. Pemandangannya mengerikan. Jika dunia bereaksi sejak awal, serangan terhadap tenaga medis ini tidak akan terus terjadi,” ujarnya.
Sejak perang dimulai Oktober 2023, lebih dari 1.400 tenaga kesehatan telah terbunuh, menurut data PBB.
Laporan LSM pemantau konflik Insecurity Insight menyebut ratusan di antaranya tewas saat bertugas di rumah sakit, dalam ambulans, saat mengevakuasi warga, maupun di kamp pengungsi dan sekolah.
Ratusan tenaga medis lainnya diyakini masih berada dalam tahanan Israel. Banyak dari mereka mengaku disiksa, dipukuli, dan ditahan tanpa dakwaan.
Organisasi medis asal AS MedGlobal memperkirakan ada lebih dari 300 tenaga medis Palestina yang kini mendekam di penjara, termasuk Dr. Hussam Abu Safiya, Direktur RS Kamal Adwan yang ditahan sejak Desember 2024.