Bisnis.com, JAKARTA -- Rezim Bashar al-Assad telah runtuh setalah menguasai Suriah lebih dari dua dasawarsa. Kejatuhan rezim Assad merupakan bagian dari rentetan panjang konflik politik 'kebangkitan dunia arab' alias Arab Spring yang bermula pada tahun 2011 lalu.
Arab Spring dimulai dari Tunisia, kemudian menjalar ke Mesir, Yaman, Libya, hingga Suriah. Akibat gerakan ini, sejumlah penguasa lama alias rezim lama dunia Arab tumbang dimulai dari Ben Ali di Tunisia, Hosni Mubarak (Mesir), Ali Abdullah Saleh (Yaman), Muammar Qadaffi (Libia), hingga yang terakhir adalah Bashar al Assad (Suriah).
Bashar al Assad relatif bisa menjaga kekuasannya dari perang sipil yang berkecamuk pada tahun 2011 karena dukungan dari pasukan Rusia. Assad adalah anak dari Hafez al-Assad. Dia mewarisi kekuasaan ayahnya. Kekuasaan Bashar al-Assad cukup rapuh karena berpaham Syiah sementara mayoritas warga Suriah merupakan Islam Sunni.
Namun demikian, serangan kilat dari koalisi pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah yang dimulai sejak November lalu. Para pasukan pemberontak berhasil menduduki Damaskus. Mereka juga menguasai istana presiden Suriah. Sementara itu Bashar Al Assad kehilangan kendali dan kabur ke Moskow, Rusia.
Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut situasi Suriah kacau dan tidak mau mengintervensi atau terlibat dalam konflik ini.
Trump menyoroti bahwa para pejuang oposisi di Suriah telah berhasil mengambil alih banyak kota dengan serangan terkoordinasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca Juga
Trump mengemukakan, Rusia yang telah melindungi Suriah selama bertahun-tahun pun nampaknya tidak bisa menghentikan hal ini. Rusia menurutnya tengah sibuk dengan perang di Ukraina yang telah mengakibatkan kehilangan lebih dari 600 ribu tentara.
“Situasi ini juga mengingatkan pada kegagalan mantan Presiden Obama untuk menepati janjinya mengenai "Garis Merah" di Suriah, yang akhirnya membuka jalan bagi campur tangan Rusia,” kata Trump.
Lebih lanjut, Trump menekankan bahwa sama seperti Assad, mungkin kini Rusia juga dipaksa keluar dari Suriah dan mungkin ini menjadi hal baik bagi Suriah sendiri.
“Namun, kini Rusia, seperti Assad, mungkin dipaksa keluar. Meski kehadiran Rusia di Suriah sebelumnya tidak banyak memberikan keuntungan, kecuali untuk mempermalukan Obama, kepergian mereka mungkin menjadi hal yang terbaik,” tandasnya.
Rezim Bassar Al-Assad Tumbang
Pemberontakan terjadi di Suriah menyebabkan Presiden Bashar al-Assad dilaporkan meninggalkan Damaskus pada Minggu (8/12/2024).
Kepergian Al-Assad menjadi tanda tumbangnya rezim berkuasa selama puluhan tahun. Para pemberontak bahwan menduduki istana kepresidenan hingga menghancurkan patung-patung milik Presiden Al-Assad.
Melansir Reuters, dua perwira tinggi militer Suriah menyebut Assad terbang keluar Damaskus menuju destinasi yang belum diketahui. Para pemberontak pun menyatakan kota tersebut "bebas dari Tiran Bashar al-Assad".
Selama berkuasa, Assad menikmati dukungan persenjataan dari Rusia dan Iran guna mengalahkan pemberontak selama bertahun-tahun terjadinya perang saudara. Namun Assad tak pernah mengalahkan mereka sepenuhnya.
Lantas siapa Hayat Tahrir al-Sham (HTS)?
Kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) berhasil melakukan perlawanan hingga membuat tumbang rezim Presiden Bashar Al-Assad pada Minggu (8/12/2024).
"Kemenangan ini, saudara-saudaraku, bersejarah bagi kawasan ini," kata pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jolani, atau yang dikenal sebagai Ahmed al-Sharaa, dalam sebuah pidato.
HTS berhasil memukul mundur Presiden Bashar Al-Assad dan menduduki Aleppo hingga titik-titik krusial pemerintahan.
Berikut fakta menarik kelompok Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) yang gulingkan rezim Presiden Bashar Al-Assad.
Fakta Menarik Hayat Tahrir Al-Sham (HTS)
1. Dipimpin Abu Mohammed al-Jolani
Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) dipimpin oleh Abu Mohammed al-Jolani, seorang pemimpin radikal yang moderat.
Ia membuat perubahan di kelompok yang dipimpinnya agar terlihat tidak ekstrim seperti Al-Qaeda dan ISIS.
Jolani lahir pada tahun 1982 di Mazzeh, sebuah distrik kelas atas di Damaskus. Dirinya bergabung dengan Al-Qaeda di Irak, yang dipimpin oleh Abu Musab al-Zarqawi, selama lima tahun.
Pada 2011, ia justru mendirikan organisasi bernama Front al-Nusra yang merupakan cabang Al-Qaeda di Suriah.
Namun pada 2013, ia justru menolak untuk bersumpah setia kepada Abu Bakr al-Baghdadi, yang kemudian menjadi emir kelompok ISIS, dan malah berjanji setia kepada Ayman al-Zawahiri dari Al-Qaeda.
Dua tahun kemudian, ia mengatakan bahwa ia dan organisasinya bukanlah ISIS dan tidak akan pernah menjadi seperti ISIS.
Ia mengatakan bahwa pihaknya tidak berniat melancarkan serangan terhadap negara barat. Tujuan utamanya adalah menggulingkan rezim Bashar Al-Assad.
Kemudian bila Assad dikalahkan, ia berjanji tidak akan ada serangan balas dendam terhadap minoritas Alawi yang merupakan asal muasal klan presiden Assad.
2. Disebut Pecahan Al-Qaeda
HTS yang dipimpin oleh Jolani, disebut sebagai pecahan Al-Qaeda karena dulunya terlibat hubungan yang panjang.
Namun hal ini dibantah oleh Jolani. Ia mengatakan bahwa HTS bukanlah Al-Qaeda.
Meskipun pada awalnya HTS dinamai Front al-Nusra dan masih bergabung dengan Al-Qaeda pada 2011. Namun pada 2016, Jolani memutuskan untuk membubarkan Front al-Nusra karena perbedaan pandangan.
3. Ingin Dirikan Kekhalifahan di Suriah
Tujuan utama HTS berbeda dengan Al-Qaeda dan ISIS yang menyerang negara Barat. Jolani mengaku bahwa kelompoknya hanya ingin menumbangkan rezim Bashar Al-Assad.
Dari situ, ia dan kelompoknya ingin membangun pemerintahan Islam fundamentalis di Suriah, bukan seperti yang dilakukan ISIS.