Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL dan dua anak buahnya didakwa melakukan pemerasan terhadap sejumlah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) sekaligus menerima gratifikasi selama periode 2020–2023.
Pada sidang perdana terhadap ketiga terdakwa hari ini, Rabu (28/2/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa uang hasil tindak pidana korupsi itu turut mengalir ke keperluan pribadi terdakwa, keluarga, kado undangan, Partai Nasdem, acara keagamaan, carter pesawat, bantuan bencana alam, keperluan ke luar negeri, umrah dan qurban.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU, total uang hasil pemerasan oleh SYL, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta mencapai Rp44,54 miliar selama periode 2020-2023.
JPU menyebut SYL, Kasdi dan Hatta sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara memaksa sejumlah pejabat eselon I Kementan dan jajaran di bawahnya untuk memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi para terdakwa.
"Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya," ujar JPU Taufiq Ibnugroho di PN Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).
Sementara itu, uang hasil penerimaan gratifikasi oleh SYL dan dua anak buahnya itu mencapai Rp40,64 miliar pada periode yang sama. Dakwaan gratifikasi itu merupakan dakwaan ketiga yang dilayangkan kepada SYL, Kasdi dan Hatta.
Baca Juga
Dalam pemaparan JPU, dari puluhan miliar yang diterima SYL, Kasdi dan Hatta selama 2020-2023, beberapa mengalir ke keperluan istri sebesar Rp938,94 juta.
Kemudian, untuk keperluan keluarga Rp992,29 juta; keperluan pribadi Rp3,33 miliar; kado undangan Rp381,6 juta; Partai Nasdem Rp40,1 juta; dan acara keagamaan untuk menteri Rp16,68 miliar.
Selanjutnya, charter pesawat Rp3,03 miliar; bantuan bencana alam/sembako Rp3,52 miliar; keperluan ke luar negeri Rp6,91 miliar; umrah Rp1,87 miliar; serta qurban dengan total Rp1,65 miliar.
Adapun cara pemerasan yang dilakukan SYL kepada anak buahnya di Kementan yakni dengan instruksi mengumpulkan uang "patungan" atau "sharing" guna memenuhi kepentingan pribadinya dan keluarga.
SYL juga menyampaikan adanya jatah 20% dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat dan badan di lingkungan Kementan yang harus diberikan kepadanya.
Apabila hal itu tidak dilakukan, maka para eselon I Kementan itu bakal kehilangan jabatannya (non-job). Kemudian, pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan SYL akan diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Atas perintah SYL, para pejabat eselon I di lingkungan Kementan dengan terpaksa memenuhi permintaannya karena khawatir atas amarahnya, takut dipindahtugaskan, demosi jabatan atau dipecat (non-job).
Adapun pada dakwaan kedua, SYL didakwa meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pejabat di Kementan atau dari kas umum dengan total Rp44,54 miliar. Dia memeras para pejabat Kementan seolah-olah hal tersebut merupakan utang.