Bisnis.com, JAKARTA — Tim sukses kontestan Pilpres 2019 baik TKN Jokowi-Ma'ruf maupun BPN Prabowo-Sandiaga, kini tengah mempersiapkan kampanye terbuka atau kampanye rapat umum, yang akan dimulai 23 Maret hingga 14 April 2019.
Kepala Sekretariat Posko Cemara TKN Jokowi-Ma'ruf sekaligus Juru Bicara TKN Garda Maharsi menyebutkan bahwa pengaturan jadwal kampanye capres-cawapres telah selesai, walaupun belum sepenuhnya pasti.
Rencananya, capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf sebagai petahana akan bersama-sama memulai kampanye terbuka di Zona B, yaitu Tangerang, Banten, dan akan mengakhirinya bersama-sama pula di Gelora Bung Karno, Jakarta, lewat acara bertajuk Salam Satu Jempol.
"Masih ada perubahan, nanti hari Jumat kita umumkan," ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (21/3/2019).
Sedangkan pihak BPN Prabowo-Sandiaga Imelda Sari menyatakan bahwa pihaknya masih mempersiapkan jadwal kampanye terbuka. Yang pasti, mereka akan memulai kampanye mereka di Zona A, sesuai undian dari KPU.
"Semua juru kampanye nasional akan disebar secara merata ke berbagai wilayah. Kami akan mempersiapkan kampanye akbar di mana paslon dalam hal ini ada beberapa kali bersama-sama," ujarnya.
"Ada beberapa titik yang memang kita harapkan meraka akan bisa bersama sama minimal di Jakarta dan sama kampanye terakhir nanti," tambah Imelda.
Kedua pihak meyakini bahwa periode kampanye terbuka akan membawa dampak positif untuk elektabilitas paslon besutannya, sekaligus sebagai ajang merebut simpati pemilih yang belum menentukan pilihan atau undecided voters.
Pengaruh Kampanye Terbuka
Benarkah periode kampanye terbuka akan memiliki pengaruh besar sesuai harapan para peserta Pemilu?
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin justru tak sependapat.
"Memang mempengaruhi masyarakat, tapi tidak besar. Karena kampanye terbuka itu bisa dimobilisasi. Tidak datang dari hati, pasti dimobilisasi. Karena dimobilisasi, emosionalnya kan tidak kena," ungkap Ujang kepada Bisnis.
Ujang bahkan memperkirakan bahwa kampanye terbuka tidak akan terlalu berpengaruh pada elektabilitas, ataupun untuk menarik undecided voters. Bahkan, tak menutup kemungkinan masyarakat bisa merasa antipati apabila ada kejadian atau sentimen buruk ketika masa kampanye terbuka.
Sebab itulah, menurut Ujang, timses tak boleh lengah mempersiapkan materi Debat Pilpres IV dan V yang akan berlangsung di tengah periode kampanye terbuka. Sebab, debat justru yang lebih bisa menentukan arah undecided voters.
"Kalau undecided ini terpengaruhnya sama debat dan iklan di media. Tapi yang paling besar mempengaruhi undecided ya debat. Itu sudah hasil survei yang ada. Sangat clear," ungkap Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
"Kampanye terbuka dilakukan itu untuk show up saja. Untuk menunjukkan kekuatan [basis massa] masing-masing. Jadi untuk menambal elektabilitas itu tidak besar, tidak signifikan," jelas Ujang.
Berbeda dengan Ujang, Pengamat Politik Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, Emrus Sihombing menyatakan bahwa kampanye terbuka akan berpengaruh pada undecided voters yang "latah" mengikuti arus mayoritas suara.
"Jadi bisa ini mengait golput atau undecided voters. Apabila kita menggunakan teori spiral of silence, orang akan digiring berpendapat sesuai mayoritas," jelas Emrus kepada Bisnis.
Emrus menjelaskan bahwa teori tersebut memanfaatkan ketakutan manusia akan isolasi atau opini berbeda. Dalam hal kampanye terbuka, maka para undecided voters yang tak ingin mempunyai pilihan berbeda dengan pilihan mayoritas itulah yang akan terpengaruh.
"Oke, kampanye semacam itu sebenarnya rakyat seluruh indonesia enggak hadir. Tapi diliput oleh media. Nah, orang akan melihat ketika menonton, 'massa ini ke arah mana?'," jelas Emrus.
"Maka dari itu, siapa yang akan ada di hati media, agenda setting-nya baik, itulah yang akan menarik undecided voters," ujar Emrus.