Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan Ukraina dan Rusia sama-sama harus merelakan sebagian wilayah demi mengakhiri perang yang telah berlangsung di Ukraina.
Ia menilai, pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan ini akan langsung mengungkap apakah Kremlin bersedia mencapai kesepakatan damai.
Melansir Reuters, Selasa (12/8/2025), menjelang KTT Trump–Putin di Alaska pada Jumat mendatang, para pemimpin Eropa dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dijadwalkan berbicara dengan Trump, di tengah kekhawatiran bahwa Washington dapat memaksakan syarat perdamaian yang merugikan Kyiv.
Trump, yang belakangan memperkeras sikap terhadap Moskow dengan mengizinkan aliran tambahan senjata AS ke Ukraina serta mengancam tarif bagi pembeli minyak Rusia, tetap memicu kekhawatiran di Eropa bahwa ia dapat menerima kesepakatan yang memaksa Kyiv memberi konsesi besar.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Kaja Kallas menegaskan, berakhirnya perang hanya dapat dicapai melalui persatuan transatlantik, dukungan berkelanjutan untuk Ukraina, dan tekanan konsisten terhadap Rusia.
Inggris dan Kanada, dalam percakapan bilateral, juga sepakat bahwa perdamaian harus dibangun bersama Ukraina, bukan dipaksakan.
Baca Juga
Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Presiden Donald Trump menggambarkan pertemuannya dengan Vladimir Putin sebagai “pertemuan penjajakan.” Ia menyatakan, kemungkinan hanya butuh dua menit pertama untuk mengetahui apakah ada peluang kemajuan.
“Saya akan mengatakan kepadanya, ‘Kau harus mengakhiri perang ini.’ Saya akan melihat dulu parameter yang ada. Bisa saja saya pergi lalu berkata, ‘Semoga beruntung,’ dan selesai sampai di situ. Atau saya bisa berkata, ‘Ini tidak akan terselesaikan,’” ungkap Trump, seperti dilansir Reuters.
Trump menambahkan, gencatan senjata segera adalah tujuan utama AS, dan pertemuan selanjutnya bisa melibatkan Zelensky.
Meski Trump sebelumnya sempat menyinggung pertukaran wilayah, baik Rusia maupun Ukraina belum pernah menunjukkan kesiapan untuk melepaskan teritori demi kesepakatan damai. Namun ia kembali mengisyaratkan adanya “pertukaran wilayah” untuk kepentingan Ukraina.
Zelensky, melalui kepala stafnya, menegaskan bahwa gencatan senjata tanpa syarat adalah prasyarat mutlak sebelum memulai negosiasi substantif.
Kallas memperingatkan agar tidak memberikan konsesi apa pun kepada Moskow sebelum Rusia menyetujui gencatan senjata penuh, dengan pengawasan ketat dan jaminan keamanan yang tidak bisa diganggu gugat.
Lewat unggahan di X, Zelensky menolak keras gagasan konsesi. Menurutnya, Rusia tengah mempersiapkan ofensif baru, sehingga sanksi harus tetap diberlakukan hingga Ukraina memperoleh jaminan keamanan.
“Kompromi tidak akan membujuk seorang pembunuh,” tulisnya.
Menjelang pertemuan Trump–Putin, Zelensky menggalang dukungan dari India dan Arab Saudi, sementara Putin menghubungi para pemimpin China, India, Brasil, dan sejumlah negara bekas Uni Soviet.
Jerman berencana menggelar pertemuan virtual para pemimpin Eropa untuk membahas tekanan terhadap Moskow, yang juga akan melibatkan Zelensky serta pejabat Uni Eropa dan NATO.
Pemerintahan Trump belum membeberkan rincian rencana pertukaran wilayah ataupun mekanisme untuk memastikan Putin mematuhi gencatan senjata.
Usulan dari utusan khusus AS ke Ukraina, pensiunan Jenderal Keith Kellogg, mencakup pembentukan pasukan pengaman NATO Eropa di garis depan dan zona demiliterisasi selebar 29 kilometer di Ukraina timur—tanpa keterlibatan pasukan AS.
Inggris dan Prancis sebelumnya telah menginisiasi koalisi lebih dari 30 negara untuk membangun kekuatan udara, laut, dan darat guna memperkuat pertahanan Ukraina, sekaligus memenuhi salah satu tuntutan utama Putin: menutup peluang Ukraina bergabung dengan NATO.