Bisnis.com, JAKARTA - Cut Nyak Meutia dilahirkan pada 15 Februari 1870 di Pirak, Aceh Utara, dan gugur sebagai pejuang pada 24 Oktober 1910 di Alue Kurieng, Aceh. Dia dikenal sebagai salah satu pahlawan perempuan Aceh paling berani, tidak gentar menentang kolonialisme Belanda.
Latar kehidupannya penuh dengan konflik, dari keluarga bangsawan hingga panggilan perang, mengantarkan Meutia menjadi simbol perlawanan yang abadi. Kisahnya penting bukan hanya karena militansi, tetapi juga humanisme di balik semangat perjuangan.
Artikel ini menjelaskan secara mendalam siapa Cut Nyak Meutia, bagaimana perjalanan hidup dan perjuangannya, nilai yang ditinggalkannya, serta warisan budaya dan inspirasi bagi generasi muda Indonesia.
Biografi Cut Nyak Meutia
Profil Singkat
- Nama lengkap: Tjoet Nyak Meutia (Cut Nyak Meutia)
- Lahir: 15 Februari 1870, Pirak, Aceh Utara
- Wafat: 24 Oktober 1910, Alue Kurieng, Aceh
- Gelar: Pahlawan Nasional (SK Presiden No. 107/1964)
Latar Belakang Keluarga dan Tempat Lahir
Meutia lahir dari keluarga bangsawan Aceh, putri Teuku Ben Daud Pirak, seorang uleebalang, dan Cut Jah. Sebagai anak perempuan tunggal dari empat saudara lelaki, Cut Nyak Meutia tumbuh dalam lingkungan religius sekaligus berkuasa.
Sejak kecil, Meutia dibesarkan dalam tradisi pesantren dan keluarga pejuang, nilai yang menumbuhkan keberanian dan ketegasan hatinya.
Pendidikan dan Lingkungan Masa Kecil
Pendidikan Meutia berakar dari ajaran agama dan budaya lokal. Dia mengaji sejak kecil dan dibekali ilmu mempertahankan diri melalui pedang dan rencong. Sebagai wanita bangsawan Aceh, ia menyatu antara kelembutan spiritual dan kekokohan militansi, melahirkan karakter “srikandi Aceh” yang penuh inspirasi.
Perjalanan Hidup dan Perjuangan Cut Nyak Meutia
Kehidupan Rumah Tangga dengan Teuku Chik Bintara
Pada usia 20 tahun, Meutia menjalani pernikahan pertama dengan Teuku Syamsarif (Teuku Chik Bintara), namun pernikahan itu kandas karena ketidaksesuaian nilai. Suaminya lebih condong bekerja sama dengan Belanda, berbeda pandangan dengan Meutia yang menentang kolonialisme.
Akhirnya mereka bercerai, membuka jalan Meutia menuju langkah politik mandiri dan aktif.
Bersama Suami Memimpin Perlawanan
Meutia kemudian menikah lagi dengan adik mantan suaminya, Teuku Chik Muhammad (Teuku Chik Tunong). Keduanya kompak menyatukan visi anti-kolonial dan bergabung dalam perang gerilya, memimpin perlawanan yang melibatkan rakyat Aceh di pedalaman.
Teuku Chik Tunong bahkan diangkat sebagai bupati perang oleh Sultan Aceh sebelum gugur pada 1905.
Ditangkap dan Gugurnya Sang Suami
Setelah suaminya dibunuh, Meutia berdiri sendiri. Cut Nyak Meutia menikah lagi dengan Pang Nanggroe dan kembali komit terhadap perjuangan. Namun Pang Nanggroe gugur pada September 1910 dalam pertempuran. Peristiwa ini bukan menghentikannya, melainkan menyulut semangatnya semakin membara.
Cut Nyak Meutia Memimpin Perlawanan
Menjadi Panglima Perang Perempuan
Usai kehilangan suami, Meutia merangkul posisi pimpinan. Ia menjadi panglima perang perempuan, membawa pasukan kecil tapi penuh determinasi dalam perjuangan melawan Belanda.
Semangat “hidup berkalang tanah Aceh atau mati” menggema dalam tiap aksinya.
Strategi Gerilya dan Serangan terhadap Belanda
Meutia unggul dalam taktik serang dan mundur. Ia memanfaatkan medan hutan Aceh untuk mengejar pasukan Belanda. Saksi mata menuturkan bagaimana pasukannya berhasil menghancurkan pos Belanda melalui perencanaan rahasia dan keberanian luar biasa.
Kisah Kepemimpinan Penuh Keberanian
Dalam satu serangan di Juli 1902, Meutia dan pasukannya berhasil menewaskan beberapa tentara Belanda dan merebut senjata mereka. Aksi yang menunjukkan kecerdasannya dalam taktik serta keberaniannya di medan laga.
Gugurnya Cut Nyak Meutia dalam Pertempuran
Lokasi dan Kronologi Gugurnya
Pada 24 Oktober 1910, Meutia gugur dalam pertempuran sengit di Alue Kurieng. Ia terkena beberapa peluru saat masih melawan habis-habisan pasukan Belanda.
Hingga akhir hayatnya sebagai pejuang sejati, jasadnya tak pernah ditemukan dengan pasti. Menjadi simbol keabadian semangatnya yang tidak akan terkubur oleh wujud fisik.
Warisan Semangat dan Inspirasi yang Ditinggalkan
Meski raganya hilang, sosok Meutia mengilhami rakyat Aceh dan seluruh Indonesia. Semangat perjuangnya terus dikenang dalam buku, film, dan budaya populer. Ia menjadi sumber inspirasi bahwa perjuangan bisa diwujudkan tanpa batas gender maupun status sosial.
Pengakuan dan Penghargaan
Gelar Pahlawan Nasional
Pemprov Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional pada Meutia melalui SK Presiden Nomor 107 Tahun 1964. Pengakuan resmi atas dedikasi dan pengorbanannya bagi bangsa.
Penggunaan Nama untuk Jalan, Sekolah, dan Uang Rp1.000
Wajah Meutia kini terpampang pada uang kertas Rp1.000 edisi 2016 dan 2022, satu-satunya perempuan pahlawan di edisi itu. Lebih jauh, nama dan wajahnya diabadikan di rumah sakit, masjid, sekolah, serta stasiun kereta Aceh, mewakili jejak perjuangannya yang hidup hingga hari ini.
Fakta Menarik tentang Cut Nyak Meutia
Julukan dan Rekam Jejak
Meutia dikenal pula sebagai “Srikandi Aceh” atau “Panglima Perempuan” karena dominasi keberaniannya di medan perang. Ia seorang pemimpin sekaligus simbol perempuan tangguh yang disegani.
Tokoh Perempuan Paling Ditakuti Penjajah
Belanda merasa kewalahan oleh keberaniannya. Beberapa laporan menyebut ia menjadi momok bagi tentara kolonial, menjadi contoh bagaimana perempuan mampu mengubah medan perang tak hanya dengan senjata, tapi efek moral dan taktik.
Inspirasi Emansipasi Wanita di Tanah Aceh
Meutia membuka jalan modern untuk perempuan Aceh dalam public sphere. Ia membuktikan bahwa perempuan bisa mengambil peran strategis di medan lahan sosial-politik, bukan hanya di rumah tradisional.
Kutipan Sejarah
“Belanda harus pergi dari bumi Aceh atau kami mati di medan ini.” Dikutip dari biografi dan dokumen sejarah perjuangan Aceh Repositori Kemendikdasmen.
Kutipan ini menggambarkan tegas semangat dan harga mati perjuangan yang diemban Meutia.
Cut Nyak Meutia dalam Buku
Buku Cut Nyak Meutia (Kisah Perjuangan Perempuan Aceh) diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (2021), memberi gambaran lengkap perjuangan dan pemikiran Meutia.
Selain itu, karya seperti Cut Nyak Meutia Pejuang Aceh Yang Jelita dan Pemberani (2022) menyajikan narasi modern atas kejayaan dan renyah strategi perempuan Aceh.
Cut Nyak Meutia adalah simbol pemberdayaan perempuan dan keberanian moral di tengah penindasan kolonial. Kisahnya mengajarkan bahwa perjuangan bukan soal siapa, tetapi keberanian mengambil tanggung jawab.
Semangatnya merasuk dalam tiap perempuan Indonesia yang berani bersuara, mengangkat harkat bangsanya. Cut Nyak Meutia tidak hanya srikandi Aceh, tetapi lambang nasionalisme sejati, di mana keberanian dan cinta tanah air melahirkan keabadian.
Mari teladani Meutia, berdiri tegar di tengah badai, mempertaruhkan rizqi bahkan nyawa, demi Tanah Air yang merdeka dan adil.
Disclaimer: Artikel ini dihasilkan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan telah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi Bisnis.com untuk memastikan akurasi dan keterbacaan informasi.