Bisnis.com, JAKARTA – Konflik wilayah perbatasan antara Thailand dan Kamboja kembali meletus pada Kamis (24/7/2025), ketika operasi militer kedua negara meningkat tajam.
Melansir Bloomberg, ;aporan menyebut keterlibatan jet tempur F-16, serangan rudal, dan tembakan artileri di sepanjang garis perbatasan bersama, yang menewaskan sedikitnya sembilan warga sipil.
Kedua negara tetangga ini saling menuding sebagai pihak pemicu bentrokan yang terjadi di enam lokasi berbeda. Ketegangan meningkat sejak insiden baku tembak pada Mei lalu yang menewaskan seorang tentara Kamboja.
Militer Thailand menyatakan jet-jet tempurnya menyerang dua markas militer Kamboja di dekat perbatasan, sementara roket-roket yang ditembakkan dari wilayah Kamboja dilaporkan menewaskan sejumlah warga sipil Thailand, termasuk seorang anak berusia delapan tahun. Empat belas lainnya mengalami luka-luka. Jumlah korban dari pihak Kamboja belum dapat dipastikan.
Dalam pernyataan resminya, pemerintah Thailand menegaskan siap meningkatkan langkah-langkah pertahanan jika serangan dari Kamboja terus berlanjut.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menyerukan sidang darurat Dewan Keamanan PBB dengan alasan bahwa tindakan Thailand merupakan “agresi serius.”
Baca Juga
AS dan China telah mengeluarkan imbauan kepada warganya terkait eskalasi konflik. Beijing menyatakan keprihatinan mendalam atas serangan yang terjadi.
Menurut analisis Bloomberg Intelligence Eric Zhu dan George Ferguson, Kamboja tidak memiliki kekuatan udara untuk menandingi jet tempur Thailand, namun negara itu memiliki sistem pertahanan udara KS-1C buatan China.
Jayant Menon, peneliti senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura mengatakan konflik ini berkembang sangat cepat dan berisiko menjadi konflik serius jika tidak segera diatasi.
“Meski konflik diperkirakan tak akan meluas ke luar kedua negara, dampaknya terhadap perdagangan dan mobilitas masyarakat jelas akan merugikan ekonomi kawasan,” jelasnya.
Bentrokan di Enam Titik
Meski ketegangan perbatasan bukan hal baru bagi kedua negara, hubungan relatif stabil sejak konflik 2011 yang menewaskan puluhan orang. Perselisihan terakhir ini kembali mencuat di sekitar kuil Preah Vihear, situs warisan budaya yang telah lama diperebutkan sejak masa penjajahan Prancis.
Sebagian besar sengketa wilayah modern antara Thailand dan Kamboja bersumber dari perbedaan peta yang merujuk pada isi perjanjian Prancis-Siam pada awal 1900-an, yang menjadi dasar pembentukan batas negara.
Thailand juga memerintahkan evakuasi warga dari sedikitnya empat provinsi perbatasan sebagai langkah antisipatif, menurut pernyataan Kementerian Dalam Negeri. Kedutaan Thailand di Phnom Penh turut mengimbau warganya untuk segera meninggalkan Kamboja.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, mengecam keras aksi militer Thailand, menyebut penggunaan senjata berat dan pengerahan pasukan di wilayah perbatasan sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum internasional.
Keretakan Diplomatik
Sejak bentrokan pada Mei, kedua negara terus memperkuat militer di perbatasan dan membatasi jalur darat yang selama ini menjadi urat nadi perdagangan.
Bentrokan Kamis terjadi hanya beberapa jam setelah Thailand mengusir duta besar Kamboja dan menarik pulang dutanya dari Phnom Penh, menyusul ledakan ranjau darat yang melukai lima tentaranya sehari sebelumnya.
Sebagai balasan, Kamboja menurunkan level hubungan diplomatik dengan menarik seluruh diplomatnya, serta meminta Thailand melakukan hal serupa, seperti dilaporkan media pemerintah Kamboja.
Dampak Politik Dalam Negeri Thailand
Perselisihan ini mengguncang panggung politik domestik Thailand. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra diskors sementara oleh pengadilan menyusul penyelidikan atas dugaan pelanggaran etika dalam menangani krisis perbatasan.
Paetongtarn sebelumnya sempat mencoba meredakan ketegangan melalui percakapan telepon dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen, namun rekaman percakapan itu bocor ke publik dan memicu kemarahan serta protes di dalam negeri yang menuntut pengunduran dirinya. Ia diberi tenggat waktu hingga 31 Juli untuk menyampaikan pembelaan di pengadilan.
Pasca bentrokan Mei, Kamboja telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Internasional di Den Haag untuk menyelesaikan sengketa atas empat wilayah perbatasan. Thailand menolak langkah tersebut dengan alasan tidak mengakui yurisdiksi pengadilan dalam kasus ini.
Setelah insiden ranjau pekan lalu yang membuat seorang tentara Thailand kehilangan kaki, Bangkok meluncurkan kampanye diplomatik terhadap Kamboja. Pemerintah Thailand telah memberi penjelasan kepada para atase militer dan diplomat asing, serta mendorong tindakan melalui Konvensi PBB tentang Larangan Ranjau Darat, sembari terus mengupayakan penyelesaian bilateral atas konflik ini.