Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya modus yang digunakan sejumlah perusahaan tambang diduga beroperasi ilegal di kawasan hutan namun tetap menyetor ke kas negara. Setoran ke kas negara itu berbentuk jaminan reklamasi.
Temuan itu berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh KPK sejak 2009 lalu. Hasil kajian pencegahan korupsi di sektor pertambangan itu kini diserahkan ke tujuh kementerian.
Ketua KPK Setyo Budiyanto awalnya menjelaskan bahwa lembaganya sudah menghitung berapa perusahaan tambang yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Lebih dari setengahnya ditemukan tidak aktif.
Perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki IUP itu lalu di antaranya beroperasi di kawasan hutan, namun tanpa mengantongi izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Namun, mereka tetap menyetorkan jaminan reklamasi.
Kementerian ESDM mengatur bahwa jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh Pemegang IUP atau IUPK sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan reklamasi. Setyo menyebut, jaminan reklamasi disetorkan bagi pemegang IUP yang juga mengantongi PPKH apabila beroperasi di kawasan hutan.
"Harusnya kewajiban untuk menyetorkan jaminan reklamasi adalah IUP yang sudah memiliki PPKH. Tetapi, kemudian Kedeputian Pencegahan menemukan meskipun dia tidak memiliki PPKH, tapi dia setor juga," ungkapnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Baca Juga
Setyo menyebut masalah terkait dengan penyetoran jaminan reklamasi oleh pemegang IUP tanpa PPKH tidak sampai di situ saja. KPK menemukan bahwa penyetoran dana itu ke negara diterima dan dikhawatirkan disalahgunakan oleh para perusahaan yang diduga beroperasi ilegal di dalam hutan.
"Ini tentu menjadi permasalahan seolah-olah pelaku usaha itu kemudian menganggap legal dia beroperasional di kawasan hutan kemudian dia sudah menyetorkan jaminan reklamasinya. Nah ini menurut kami juga tidak tepat. Harusnya itu sudah ditolak gitu, pada saat sistem membaca karena PPKH-nya tidak ada, harusnya ditolak," terang mantan Direktur Penyidikan KPK itu.
Purnawirawan Polri bintang tiga itu mengatakan, temuan soal jaminan reklamasi itu adalah salah satu temuan dari kajian Kedeputian Pencegahan dan Monitoring sekaligus Kedeputian Koordinasi dan Supervisi KPK.
Hasil kajian itu nantinya akan menjadi dasar penyusunan solusi permasalahan oleh masing-masing kementerian. Solusi lalu akan dituangkan menjadi rencana aksi dan bakal dikawal oleh KPK.
Pertemuan untuk membahas hasil kajian KPK di sektor pertambangan itu adalah yang pertama digelar pada 2025 ini. Ke depannya, pertemuan antara KPK dan tujuh kementerian itu bakal dilanjutkan.
Salah satu tindak lanjut yang akan dilakukan adalah integrasi data guna mengatasi masalah ego sektoral antara kementerian. Target dari tindak lanjut atas kajian itu akan terbagi ke jangka pendek dalam bentuk rencana aksi, jangka menengah sampai dengan jangka panjang.
"Tentu jangka panjang kembalinya di Kementerian Keuangan. Pendapatan yang diperoleh oleh negara akan semakin besar, ukurannya sebenarnya dari situ. Kalau pendapatan negara mengecil berarti sebenarnya kegiatan ini atau kajian ini menjadi ya istilahnya gagal," pungkas Ketua KPK jilid VI itu.