Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Amendemen KUHAP, Soal Posisi Polisi hingga Isu Penyadapan

Pembahasan RUU KUHAP memicu polemik mebgenai superioritas polisi hingga isu penyadapan.
Komisi III DPR Habiburokhman seusai rapat panja bahas revisi UU KUHAP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025)/Bisnis-Annisa Nurul Amara
Komisi III DPR Habiburokhman seusai rapat panja bahas revisi UU KUHAP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025)/Bisnis-Annisa Nurul Amara

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR memastikan amandemen Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara spesifik memperkuat posisi polisi.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menuturkan bahwa Pasal 7 ayat 5 dianggap seakan-akan membuat polisi semakin powerfull karena disebut sebagai penyidik utama. Padahal, ujarnya, pihaknya tidak sama sekali membuat seperti itu.

“Kami perlu sampaikan, bahwa pengaturan dalam KUHAP baru sama persis dengan KUHAP lama, tidak memberikan tambahan kewenangan kepada Polri, bahkan mengurangi kewenangan Polri dari yang diatur di KUHAP lama,” katanya dalam konferensi pers di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (11/7/2025).

Dia menerangkan, dalam KUHAP lama tidak menyebutkan penyidik tertentu seperti misalnya penyidik KPK, penyidik Tipikor, penyidik kejaksaan, hingga penyidik TNI AL. Sementara di KUHAP baru, imbuhnya, mereka akan disebutkan dan dikecualikan.

“Jadi Polri tetap penyidik, iya dong, namanya institusi Polri kan penyidik utamanya polisi. Istilahnya memang dulu nggak disebutkan, sekarang disebut penyidik utama, dipertegas. Tapi tidak ada penambahan kewenangan sama sekali,” ujarnya.

Legislator Gerindra ini melanjutkan, penyidik tertentu seperti yang disebutkannya tadi akan diatur untuk bisa bekerja sendiri tanpa perlu berkoordinasi dengan Polri.

“Tidak perlu berkoordinasi dengan Polri. Jadi tidak benar Polri menjadi lebih powerfull oke,” tegas Habiburokhman.

Soal Klausul Penyadapan 

Di sisi lain, Habiburokhman juga menegaskan bahwa revisi KUHAP tidak memuat soal penyadapan yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH). 

Hal tersebut dia sampaikan dalam konferensi pers yang dilakukan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat (11/7/2025).

“Lalu soal penyadapan, bahaya penyadapan sewenang-wenang. Ya Allah, Astaghfirullahaladzim, teman-teman kan tahu, kemarin soal penyadapan, kita sepakati tidak dibahas di KUHAP,” kata dia.

Legislator Gerindra ini melanjutkan, soal penyadapan ini nantinya akan dibahas di Undang-Undang khusus terkait pernyadapan. Prosesnya pun menurut dia akan panjang lagi.

“Nanti prosesnya panjang lagi itu. Kita uji publik, minta partisipasi masyarakat. Tidak ada pengaturan penyadapan di KUHAP ini,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, draf revisi KUHAP yang pernah dilihat Bisnis, wewenang penyadapan oleh penegak hukum diatur dalam pasal 124 hingga 129. 

Pada pasal 124 ayat (1), KUHAP mengatur bahwa penyidik, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) atau penyidik tertentu dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan.  

Kemudian, pada ayat (2), penyadapan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (PN). 

Sebelumnya pula, Komisi Yudisial mengusulkan adanya sinkronisasi dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) berkenaan aturan penyadapan di luar penegakan hukum pidana. 

Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai mengatakan hingga kini materi penyadapan masih belum diatur dalam KUHAP tetapi tersebar di Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektornik (UU ITE) dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

Merujuk ketentuan dua beleid tersebut, Amzulian berujar upaya penyadapan dimungkinkan dalam rangka penyelidikan ataupun penyidikan dalam penegakan hukum pidana. 

“Selain untuk kepentingan penegakan hukum, rupanya penyadapan juga mendapatkan peluang penggunaannya untuk kepentingan penegakan disiplin dan pelanggaran etik,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).

Progres Pembahasan 

Adapun, saat ini panitia kerja (panja) Komisi III DPR sedang menggelar rapat dengan tim pengurus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin) serta pemerintah guna menyinkronkan revisi KUHAP.

Sebelumnya, panja Komisi III DPR telah merampungkan pembahasan 1.676 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam kurun waktu dua hari sejak Rabu (9/10/2025) hingga Kamis (10/10/2025). 

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman merincikan 1.676 DIM itu terdiri dari 1.091 DIM tetap, 295 DIM redaksional, 68 DIM diubah, 91 DIM dihapus, 131 merupakan substansi baru. 

Dia melanjutkan, tahapan selanjutnya setelah pembahasan DIM selesai adalah pihaknya akan segera mengesahkan revisi KUHAP di tingkat I. 

“Iya dong harus segera ya, karena KUHAP yang lama ini kan sangat tidak adil dan harus segera kita ganti dengan KUHAP yang baru,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper