Bisnis.com, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto telah membacakan pledoi atau pembelaan usai dituntut penjara selama 7 tahun. Hasto lagi-lagi menyinggung tentang kriminalisasi.
Hasto, misalnya, mengeklaim bahwa perkara yang menjeratnya sebagai terdakwa saat ini adalah proses 'daur ulang'. Perkara itu berangkat dari penanganan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku.
Dia menyebut proses 'daur ulang' itu tidak lepas dari proses politik yang bergulir pada Pemilihan Umum 2024. Bahkan, dia mengeklaim telah menyelami tekanan sebelum adanya Pemilu serentak untuk eksekutif hingga legislatif pusat maupun daerah itu.
Menurut Hasto, tekanan dialami olehnya sejak menolak keikutsertaan tim nasional Israel pada pertandingan sepak bola yang bakal diselenggarakan di Indonesia beberapa waktu lalu. Dalam catatan Bisnis, pertandingan dimaksud adalah kompetisi U-20 pada 2023.
"Aspek ideologis dan historis sikap PDI Perjuangan yang saya suarakan tersebut berhubungan dengan komunike politik dalam Konferensi Asia Afrika [KAA] tahun 1955 di Bandung. Kesepakatan politik tersebut ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan memberikan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina. Sikap tersebut dijalankan dengan konsisten sebagai sebuah prinsip " ucapnya di dalam ruang sidang.
Politisi asal Yogyakarta itu lalu menyampaikan, kini masyarakat Indonesia tahu dan menyadari kejahatan kemanusiaan tanpa yang dilakukan Israel di Gaza.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, gelombang penolakan terhadap keikutsertaan timnas Israel di U-20 pada dua tahun lalu berujung pada batalnya Indonesia menjadi tuan rumah. Beberapa politisi PDIP saat itu, khususnya yang menjabat kepala daerah, diketahui secara terbuka menyampaikan penolakan tersebut. Misalnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster.
"Saya yang menerima kriminalisasi hukum, yang salah satunya disebabkan oleh penolakan terhadap kehadiran Israel, menjadikan proses daur ulang kasus ini sebagai konsekuensi atas sikap politik yang saya ambil," klaimnya.
Ketua KPU Ditekan Kasus
Di sisi lain, Hasto juga menyebut ada beberapa saksi persidangan yang mengubah keterangannya terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya mantan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari.
Pada nota pembelaan atau pledoi yang dibacakannya pada Kamis (10/7/2025), Hasto menyebut ada beberapa saksi yang memberikan keterangan berbeda dengan persidangan pada perkara yang sama saat 2020 lalu, dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustina Tio Fridelina serta Saeful Bahri.
Pertama, saksi Wahyu Setiawan. Komisioner KPU 2017-2022 itu sebelumnya sudah terpidana pada perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Perkara itu juga menjerat Harun Masiku yang saat ini masih buron.
Wahyu lalu dihadirkan lagi sebagai saksi di persidangan saat Hasto menjadi terdakwanya. Namun, politisi asal Yogyakarta itu menyebut Wahyu memberikan keterangan berbeda saat persidangan 2025 dan 2020 yang lalu.
Menurut Hasto, keterangan itu berkaitan dengan pemberian uang dari Hasto untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR Harun Masiku di KPU. Dia menduga Wahyu mendapatkan tekanan karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksanya dan menggeledah rumahnya pada Desember 2023 terkait dengan dugaan pencucian uang.
"Undangan TPPU inilah yang menjadi bentuk ancaman sehingga akhirnya Wahyu Setiawan memberikan keterangan baru, meskipun tidak terbukti kebenarannya di persidangan in," kata Hasto di ruang sidang.
Tidak hanya Wahyu, mantan Komisioner KPU lain yakni Hasyim Asy'ari juga disebut mengubah keterangannya terkait dengan perkara itu. Hasyim sebelumnya menjabat sebagai komisioner periode 2017-2022, dan menjabat Ketua KPU 2022-2027 sebelum akhirnya dipecat pada 2024.
Keterangan Hasyim yang disoroti Hasto adalah terkait dengan pertemuannya dengan Wahyu di Pejaten Village. Hasyim disebut mengaku mendengar adanya pertemuan Hasto dan Wahyu di salah satu mal di Jakarta itu.
Hasto lalu menyebut keterangan itu baru muncul pada persidangan 2025 ketika dia menjadi terdakwa, namun tidak muncul pada 2020 lalu.
Dia kemudian menduga bahwa keterangan Hasyim yang berubah memiliki keterkaitan dengan skandal penggunaan pesawat jet pribadi oleh komisioner KPU. Skandal itu turut menyeret Hasyim dan kini sudah dilaporkan ke Dumas KPK.
"Beberapa minggu setelah Saudara Hasyim Asy’ari diperiksa di KPK, saya mendengarkan bahwa yang bersangkutan ditekan karena telah menyewa private jet ketika menjadi Ketua KPU. Karena itu bukan satu kebetulan, satu hari sebelum pemeriksaan Hasyim Asy’ari di persidangan ini, muncul pemberitaan di media massa berkaitan dengan charter private jet tersebut," tutur Hasto.
Mengaku Pegal Tulis Pledoi
Nota pembelaan yang dibacakan Hasto atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu terdiri dari 108 halaman, termasuk daftar pustaka. Dia menyebut pledoi itu disusun olehnya sendiri.
"Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal, dan ini akan mengungkapkan suatu perjuangan di dalam mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran," ujarnya kepada wartawan sebelum jalannya sidang.
Hasto menyinggung tudingan bahwa dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa merupakan rekayasa hukum. Hal itu turut ditulisnya di dalam pledoi yang dia susun di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Jakarta.
Tuntutan Jaksa KPK
Adapun, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun," ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah.