Bisnis.com, JAKARTA — DPR tidak menyinggung dan membacakan surat pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Rapat Paripurna DPR RI ke-20 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025.
Berdasarkan pantauan, Ketua DPR RI Puan Maharani hanya berpidato menyampaikan pokok agenda sidang DPR mendatang saja yang sekaligus menjadi pembuka masa persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025.
Adapun, seusai Rapat Paripurna selesai, Puan mengaku dirinya mesih belum melihat surat yang sudah dikirimkan purnawirawan TNI dan diterima DPR pada 3 Juni kemarin.
“Belum lihat [suratnya], ini baru masuk masa sidang semua surat yang diterima masih di tata usaha,” ujarnya kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).
Wacana Pemakzulan Gibran
Sebelumnya di lain kesempatan, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo mengatakan bahwa surat usulan dari Forum Purnawirawan TNI itu akan ditindaklanjuti sesuai dengan amanat Pasal 7 UUD 1945 yang berisikan surat akan dibacakan di Rapat Paripurna DPR.
Sementara itu, lanjutnya, untuk pengambilan keputusan dapat dilakukan apabila rapat dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir.
Baca Juga
“Maka tahapan proses pemakzulan sesuai UUD 1945 Pasal 7 dimulai, karena setelahnya DPR akan mengirim surat tersebut dengan pertimbangan-pertimbangannya kepada MK untuk diperiksa dan diputuskan apakah terjadi pelanggaran berat atau tidak,” terangnya.
Sebagai informasi, berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh Bisnis, surat itu bernomor 003/FPPTNI/V/2025 dan bertitimangsa Jakarta, 26 Mei 2025. Surat ditujukan kepada Ketua MPR RI dan Ketua DPR RI periode 2024—2029.
Dalam argumentasi hukumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menilai bahwa pencalonan Gibran melanggar prinsip hukum, etika publik, dan konflik kepentingan.
Pasalnya, Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui perubahan batas usia capres-cawapres berdasarkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang dinilai melanggar UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Proses itu dinilai cacat hukum karena Ketua Hakim MK yang memutuskan perkara adalah paman Gibran sendiri, yakni Anwar Usman.
“Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung (paman-keponakan) antara Ketua MK Anwar Usman dengan Sdr. Gibran Rakabuming Raka. Hal ini bertentangan dengan prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan asas fair trial dalam hukum tata negara," dikutip dari surat tersebut pada Rabu (4/6/2025).