Bisnis.com, JAKARTA — Serangan udara yang dilancarkan Israel terhadap Iran pada Jumat pekan lalu memicu gelombang serangan balasan dari Teheran. Beberapa rudal balistik Iran berhasil menembus sistem pertahanan udara Israel dan menghantam sejumlah sasaran strategis.
Melansir Al Jazeera pada Jumat (20/6/2025) hingga saat ini, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 240 orang di Iran, termasuk 70 perempuan dan anak-anak.
Sebagai balasan, Iran meluncurkan sekitar 400 rudal dan ratusan drone ke wilayah Israel, menewaskan sedikitnya 24 orang, melukai ratusan lainnya, dan memaksa warga sipil berlindung di tempat-tempat perlindungan.
Beberapa serangan rudal Iran menghantam wilayah permukiman di pusat Israel dan menyebabkan kerusakan besar. Markas militer Israel yang sangat dijaga di Tel Aviv, Kirya, juga turut menjadi sasaran meski mengalami kerusakan ringan.
Pemerintah Iran menyatakan telah menghantam pusat intelijen militer dan pusat operasi badan intelijen Mossad milik Israel, melewati sistem pertahanan rudal yang selama ini dianggap paling canggih di dunia.
Selama ini, sistem pertahanan udara Israel seperti Iron Dome dikenal ampuh dalam menggagalkan serangan udara, termasuk roket dan rudal jarak pendek.
Baca Juga
Sistem Pertahanan Udara Israel
Iron Dome merupakan lapisan pertama dari sistem pertahanan udara berlapis Israel. Sistem ini mendeteksi, melacak, dan menghancurkan rudal masuk yang dianggap mengancam. Efektivitasnya diklaim mencapai 90%.
Namun, Iron Dome hanya satu bagian dari sistem yang lebih besar. Israel juga mengandalkan sistem rudal permukaan-ke-udara Barak-8, David’s Sling, hingga sistem intersepsi rudal balistik jarak jauh Arrow-2 dan Arrow-3 yang dirancang untuk menghadapi ancaman seperti rudal balistik Iran.
Menurut analis militer Al Jazeera, Alex Gatopoulos, Arrow-2 dan Arrow-3 dikembangkan untuk menghancurkan rudal di dalam maupun di luar atmosfer. Proyek ini melibatkan Israel Aerospace Industries dan Boeing sebagai kontraktor utama.
Cara Kerja Sistem Pertahanan Udara
Sistem pertahanan udara Israel terdiri dari tiga komponen utama: sistem radar, pusat komando dan kendali, serta peluncur yang dilengkapi dengan rudal interseptor.
Ketika rudal musuh terdeteksi, radar akan melacak pergerakannya dan mengirimkan sinyal ke pusat kendali untuk menilai target mana yang harus diintersepsi. Biasanya, peluncur akan mengirim dua rudal interseptor untuk menghadang satu rudal musuh yang masuk.
Marina Miron, peneliti pascadoktoral di King’s College London mengatakan, semua sistem pertahanan udara memiliki jumlah rudal interseptor yang terbatas.
Namun, jumlah pasti rudal interseptor yang dimiliki Israel tidak diketahui publik. Adapun, militer Israel mengklaim tingkat keberhasilan intersepsi antara 80%–90%. Artinya, sebagian rudal memang berhasil lolos dari sistem pertahanan.
Faktor yang Memungkinkan Rudal Iran Lolos dari Intersepsi
Keterbatasan rudal initersepsi
Miron menuturkan, sistem pertahanan memiliki keterbatasan jumlah rudal interseptor. Jika rudal dan drone dikirim dalam jumlah besar secara bersamaan, maka pertahanan bisa kewalahan.
“Tidak ada sistem yang mampu menjatuhkan 100% rudal yang datang. Anda tidak bisa menembak jatuh lebih banyak rudal jika hanya memiliki jumlah interseptor yang terbatas,” kata Miron.
Rudal hipersonik
Gatoupolos mengatakan, Iran dikabarkan memiliki rudal hipersonik seperti Fattah-2 yang dilengkapi dengan Hypersonic Glide Vehicle (HGV)—kepala rudal yang mampu bermanuver dengan kecepatan 5 kali lipat dibandingkan kecepatan suara.
"HGV juga bergerak secara zigzag dan tidak mengikuti lintasan yang dapat diprediksi seperti rudal balistik konvensional. Gerakan cepat dan tidak beraturan semacam ini mampu mengecoh sistem pertahanan udara, yang dirancang untuk menghitung dan memprediksi jalur lintasan rudal," jelas Gatoupolos.
Rudal jelajah
Rudal jelajah seperti Hoveyzeh juga digunakan oleh Iran. Meskipun lebih lambat dari rudal balistik, rudal jenis ini terbang rendah seperti drone, membuatnya sulit terdeteksi dan diintersepsi.
Cara Lain Melawan Sistem Pertahanan Udara
Miron menjelaskan bahwa salah satu cara lain untuk menguji atau melemahkan sistem pertahanan udara adalah dengan membanjiri sistem menggunakan umpan (decoy) berupa drone dan rudal palsu.
"Objek ini muncul sebagai ancaman di radar, padahal sebenarnya tidak. Biasanya umpan semacam ini digunakan untuk menguras cadangan rudal pencegat, sehingga rudal dan drone sesungguhnya bisa menembus pertahanan," katanya.
Selain itu, dia menambahkan beberapa rudal juga telah dilengkapi dengan teknologi penekan radar (radar suppression), yang membuatnya tak terdeteksi oleh sistem pertahanan udara.
Teknologi ini secara efektif menyulitkan radar musuh untuk mengidentifikasi dan melacak rudal yang masuk, memperbesar peluang serangan berhasil mencapai target.
Gatopoulos menyebut konflik ini bersifat menguras sumber daya. Jarak antara Iran dan Israel mencapai 1.000 km, menyulitkan jet tempur Israel untuk terus beroperasi tanpa bantuan pengisian bahan bakar di udara.
Sementara itu, keberlanjutan serangan Iran sangat tergantung pada seberapa banyak stok rudal yang tersisa, dan seberapa cepat Israel bisa menghancurkan peluncur-peluncur bergerak milik Iran.
Di sisi lain, ketersediaan rudal interseptor Arrow-2 dan Arrow-3 milik Israel juga menjadi pertanyaan besar di tengah gelombang serangan yang terus berlanjut.