Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kasus korupsi mengenai Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) berkaitan dengan dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pihaknya menduga bahwa terdapat oknum dari Kemnaker pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK) yang melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA).
"Di mana oknum Kemnaker pada Dirjen Binapenta: memungut/memaksa seseorang memberikan sesuatu Pasal 12 e dan atau menerima gratifikasi Pasal 12 B [UU Tipikor] terhadap para calon kerja asing yang akan bekerja di Indonesia," terang Asep kepada wartawan, Selasa (20/5/2025).
Asep lalu mengungkap bahwa dugaan korupsi itu terjadi di lingkungan Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker pada periode 2020 sampai dengan 2023.
Saat ini, lembaga antirasuah telah menetapkan sebanyak delapan orang sebagai tersangka. Kasus tersebut merupakan penyidikan baru yang resmi dimulai Mei 2025 ini.
"Saat ini sudah ada delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini," ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo secara terpisah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Baca Juga
Pada siang hari ini, tim penyidik KPK menggeledah kantor Kemnaker. Upaya paksa dilakukan untuk mencari bukti terkait dengan kasus baru yang ditangani lembaga antirasuah itu.
Adapun Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyebut kasus dugaan korupsi itu merupakan penyidikan baru. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut ihwal proses hukum yang sedang bergulir.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penggeledahan masih berlangsung di salah satu gedung yang terletak di Kantor Kemnaker, Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Saat dimintai konfirmasi, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer mengaku belum tahu menahu mengenai proses hukum yang tengah bergulir di lingkungan kementeriannya.
"Saya enggak tahu. Takut saya jawab, Pak Menteri juga belum menjawab," katanya di kantor Kemnaker, Jakarta.