Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mengangkat mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Presiden di Bidang Penerimaan Negara.
Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, pengangkatan Hadi mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) No.45/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara.
"Mengangkat Dr. Drs. Hadi Poernomo, S.H., Ak., CA., M.B.A., sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Badan Penerimaan Negara dan kepada yang bersangkutan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setinggi-tingginya setingkat dengan jabatan menteri," bunyi Keppres No. 45/2025 dikutip Rabu (14/5/2025).
Saat dimintai konfirmasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih enggan memberikan kepastian soal pengangkatan pria yang juga pernah menjabat Direktur Jenderal Pajak itu.
"Tunggu saja," ujarnya saat ditemui wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (14/5/2025).
Lantas, siapa sebenarnya Hadi Poernomo dan bagaimana rekam jejaknya sebagai pejabat Indonesia?
Baca Juga
Profil Hadi Poernomo
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Hadi lahir di Pamekasan, 21 April 1947. Dia mengenyam pendidikan di antaranya di Akademi Ajun Akuntan Pajak Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta (1969) dan Institut Ilmu Keuangan Jurusan Akuntansi Departemen Keuangan (1973).
Hadi memulai kariernya sebagai pegawai pajak di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 1965 sebagai pegawai negeri. Dia kemudian mulai menjadi pemeriksa pajak pada 1966.
Hadi lalu menjabat pemeriksa pajak di Kantor Pusat Ditjen Pajak pada 1987. Pada 1998, dia diangkat menjadi Kepala Subdirektorat Penyidikan Pajak pada Ditektorat Pemeriksaan Pajak Jakarta.
Kariernya semakin naik ketika menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu pada 2000, dan dilanjutkan sebagai Dirjen Pajak pada 2001–2006.
Pada 2009, Hadi terpilih menjadi Ketua BPK periode 2009–2014.
Sempat jadi Tersangka KPK
Pada tahun yang sama Hadi menyelesaikan jabatannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait dengan keberatan pajak PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA.
Berdasarkan catatan Bisnis, kasus itu berawal pada 17 Juli 2003 saat BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi Non Performing Loan (NLP) senilai Rp5,7 triliun kepada Direktur PPH.
Bank BCA keberatan dengan nilai pajak yang harus dibayar karena nilai kredit macet mereka mencapai Rp5,7 triliun. Namun, Hadi yang saat itu duduk sebagai Dirjen Pajak pada 17 Juli 2004 mengubah kesimpulan yang semula dinyatakan menolak menjadi menerima seluruh permohonan PT Bank BCA.
KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp375 miliar.
Meski demikian, pada 2015, Hakim Praperadilan mengabulkan permohonan Hadi untuk memgugurkan statusnya sebagai tersangka.
Respons KPK
Atas pengangkatan Hadi kembali sebagai penyelenggara negara, KPK menyebut penujukan Hadi sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara telah sesuai dengan kebutuhan dari jabatan tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menanggapi soal Hadi Poernomo yang pernah menjadi tersangka di KPK, namun kini ditunjuk Presiden Prabowo Subianto, sebagai penasihat.
"Tentunya penunjukkan yang bersangkutan dalam jabatan tersebut telah melalui proses dan seleksi, dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan sesuai jabatannya," kata Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
Budi juga mengatakan bahwa Hadi yang merupakan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2009-2014 ini, juga wajib untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
"Jabatan Penasehat Khusus Presiden merupakan salah satu pejabat yang wajib untuk melapor LHKPN sebagai salah satu instrumen pencegahan korupsi," ujarnya.