Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Koalisi Sipil Khawatir TNI Kawal Jaksa Bisa Pengaruhi Penegakan Hukum

Koalisi Masyarakat Sipil menilai bantuan pengamanan dari prajurit TNI untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri keliru.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid seusai audiensi dengan DPR RI membahas revisi UU TNI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2025)/Bisnis-Annisa Nurul Amra
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid seusai audiensi dengan DPR RI membahas revisi UU TNI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2025)/Bisnis-Annisa Nurul Amra

Bisnis.com, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil menilai bantuan pengamanan dari prajurit TNI untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri keliru.

⁠Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan pengerahan bantuan TNI untuk Kejaksaan itu dikhawatirkan dapat mempengaruhi hukum di Tanah Air.

"Surat perintah ini berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia, karena kewenangan penegakan hukum tidak sepatutnya dicampuradukkan dengan tugas fungsi pertahanan yang dimiliki oleh TNI," ujar Usman saat dihubungi, Selasa (13/5/2025).

Dia menambahkan, tugas dan fungsi TNI seharusnya berfokus pada pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah hukum yang dilaksanakan oleh Kejaksaan RI.

Terlebih, kata Usman, hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP).

"Kami menilai bahwa kerangka kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjadi dasar pengerahan pasukan perbantuan kepada Kejaksaan," tambahnya.

Di samping itu, koalisi masyarakat sipil juga memandang bahwa sejauh ini belum ada urgensi untuk mengamankan jajaran korps Adhyaksa oleh prajurit TNI.

"Pengamanan institusi sipil penegak hukum kejaksaan tidak memerlukan dukungan berupa pengerahan personel TNI karena tidak ada ancaman yang bisa menjustifikasi mengharuskan pengerahan satuan TNI," tuturnya. 

Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil mendesak agar Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mencabut Surat Perintah tersebut dan mengembalikan peran TNI di ranah pertahanan. 

Di samping itu, Usman mengatakan bahwa pihaknya juga mendesak kepada Jajaran Pimpinan DPR RI yang telah berjanji untuk menjamin tidak adanya dwifungsi TNI.

"Kami juga mendesak DPR RI untuk mendesak Presiden sebagai Kepala Pemerintah dan juga Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan Surat Perintah tersebut, sebagai upaya menjaga tegaknya supremasi sipil dalam penegakan hukum di Indonesia yang menganut negara demokrasi konstitusional," pungkasnya.

Sekadar informasi, kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi ini yaitu Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, YLBHI hingga SETARA Institute.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper