Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto membuka peluang bagi tokoh pergerakan buruh Marsinah untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Hal itu disampaikan dalam peringatan Hari Buruh yang dihadiri ribuan pekerja dan pimpinan serikat buruh dari berbagai wilayah di Indonesia di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Kamis (1/5/2025).
“Atas usulan dari tokoh-tokoh masyarakat dan pimpinan buruh, saya ditanya, ‘Kenapa tidak ada pahlawan nasional dari kaum buruh?’ Saya jawab, coba kalian berembuk dan usulkan,” ujarnya di hadapan para buruh.
Dalam dialog itu, nama Marsinah—aktivis buruh yang tewas secara tragis pada 1993—mengemuka sebagai salah satu sosok yang diusulkan.
Menanggapi usulan tersebut, Prabowo menyatakan kesiapannya untuk mendukung jika ada konsensus dari seluruh elemen pergerakan buruh.
“Kalau seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh sepakat, saya akan mendukung Marsinah menjadi pahlawan nasional,” pungkas Prabowo.
Baca Juga
Mengenang Marsinah
Marsinah sendiri tewas terbunuh secara mengenaskan karena menyuarakan hak buruh. Aktivis perempuan tersebut ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 setelah diculik orang tak dikenal. Jasadnya kemudian ditemukan di Hutan Dusun Jegong, Wilangan, Jawa Timur.
Pada zaman Pemerintahan Orde Baru, Marsinah bekerja sebagai buruh di PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Kala itu, berdasarkan Surat Edaran Gubernur Jatim No 50 Tahun 1992 yang meminta para pengusaha agar menaikkan gaji karyawan mereka sebesar 20% dari gaji pokok.
Itu membuat Marsinah dan teman-temannya menuntut upah mereka naik dari Rp1.700 menjadi Rp2.250 per hari. Pada 3 Mei 1993, seluruh buruh PT Catur Putera Surya (CPS) memutuskan untuk mogok kerja dan berdemo menuntut kenaikan upah mereka dikabulkan.
Tepat keesokan harinya pada 4 Mei 1993, buruh PT CPS benar-benar mogok kerja dan tetap berdemonstrasi di depan PT CPS. Saat itu, pihak perusahaan bersedia melakukan perundingan. Dari hasil perundingan dengan 15 buruh (termasuk Marsinah) dikatakan pihak CPS bersedia menaikkan gaji pekerja mereka.
Sayangnya, pasca perundingan tersebut siang hari pada 5 Mei 2018, tanpa Marsinah, 13 rekannya yang ikut perundingan dengan pihak CPS digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo, karena dianggap sebagai dalang dibalik unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh CPS.
Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari posisi mereka di CPS. Marsinah yang kaget dengan tindakan tersebut sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan 13 rekannya itu.
Di jam-jam terakhir sebelum dirinya menghilang, Marsinah sempat bertemu dengan 13 rekannya. Mereka membahas ketidakadilan yang mereka hadapi dan sepakat untuk menemui pihak CPS atas keputusan mereka yang 'jahat' tersebut.