Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gaduh Kenaikan PBB di Berbagai Daerah, Mau Sampai Kapan?

Kenaikan PBB-P2 di 20 daerah, termasuk Cirebon dan Pati, menimbulkan protes karena kenaikan drastis tanpa penjelasan. Kebijakan ini terkait UU HKPD dan penyesuaian NJOP.
Hakim Baihaqi,Dany Saputra
Hakim Baihaqi & Dany Saputra - Bisnis.com
Selasa, 19 Agustus 2025 | 07:30
Massa melempari kawasan Kantor Bupati Pati dengan air mineral saat berunjuk rasa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). Unjuk rasa yang berakhir ricuh itu karena massa kecewa dan menilai tuntutan mereka agar Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya tidak segera dipenuhi. ANTARA FOTO/Aji Styawan
Massa melempari kawasan Kantor Bupati Pati dengan air mineral saat berunjuk rasa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). Unjuk rasa yang berakhir ricuh itu karena massa kecewa dan menilai tuntutan mereka agar Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya tidak segera dipenuhi. ANTARA FOTO/Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah daerah tengah dibuat gaduh dengan adanya kenaikan pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). 

Tidak pernah terbayangkan, seorang wajib pajak di Cirebon, Jawa Barat yang dahulu pada 2023 membayar sebanyak Rp93,9 juta untuk properti dengan luas tanah 10.000 meter persegi dan bangunan seluas 625.000 meter persegi. 

Namun, pada 2024, angka tersebut tiba-tiba melonjak menjadi Rp369,3 juta, lebih dari empat kali lipat.

“Ini lonjakan yang sama sekali tidak rasional. Kami tidak mendapat penjelasan transparan dari pemerintah mengenai dasar perhitungan baru ini,” ujar narasumber yang berbicara secara anonim, Senin (18/8/2025).

Menurutnya, kenaikan ini menimbulkan ketidakpastian dan kecemasan bagi warga yang memiliki aset besar di wilayah perkotaan.

Hingga saat ini, pemerintah Kota Cirebon belum memberikan penjelasan rinci mengenai dasar kenaikan PBB-P2 tersebut. Beberapa pejabat daerah memilih menahan komentar, sementara warga mulai mengorganisir forum diskusi untuk menuntut klarifikasi.

Lonjakan pajak yang ekstrem ini menambah daftar panjang masalah fiskal yang kerap memicu protes publik.

"Warga yang memiliki properti besar, kenaikan PBB-P2 bukan sekadar masalah nominal, tetapi juga soal prinsip keadilan dan kepastian hukum," ujarnya.

Kebijakan kenaikan PBB-P2 banyak mendapatkan protes dari masyarakat, bahkan kebijakan itu turut membuat gelombang protes besar-besaran yang berujung pemakzulan sang kepala daerah. Masyarakat menyebut kebijakan tersebut dibuat sepihak tanpa melibatkan banyak lapisan unsur masyarakat.

Aksi protes terjadi di Pati, Jawa Tengah misalnya yang menaikkan PBB hingga 250%, disusul dengan Cirebon, Jawa Tengah yang berencana menaikkan PBB hingga 1.000%. Namun, kedua wilayah tersebut pada akhirnya membatalkan kebijakan tersebut.

20 Daerah Naikkan PBB-P2

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan ada 20 daerah yang mengerek tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di atas 100%. Salah satunya adalah Pati, Jawa Tengah.

Tito menjelaskan kenaikan PBB-P2 merupakan konsekuensi dari Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). UU itu mengatur bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi di daerahnya. 

Aturan turunan dari UU HKPD, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2023 mengatur bahwa pemungutan pajak dan retribusi daerah termasuk NJOP serta PBB-P2 harus berlandaskan peraturan daerah (perda). Kemudian, besaran tarifnya diatur dalam peraturan kepala daerah. 

Tito menyebut beberapa pemda yang menaikkan tarif PBB-P2 di daerahnya karena adanya penyesuaian NJOP yang dapat dilakukan setiap tiga tahun sekali. Penyesuaian NJOP itu mengikuti harga pasar, sehingga kemudian membuat PBB-P2 ikut terkerek naik. 

"Tetapi ada klausul, yaitu harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Yang kedua juga ada partisipasi dari masyarakat. Jadi harus mendengar suara publik juga," terangnya pada konferensi pers RAPBN 2026 di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Jumat (15/8/2025). 

Menurut mantan Kapolri itu, ada 20 daerah yang diketahuinya menaikkan tarif PBB-P2. Kenaikannya bervariasi antara kisaran 5% sampai dengan 10%, serta ada sejumlah daerah yang melampaui 100%. 

Jumlahnya mencapai 20 daerah. Salah satunya yakni Pati, yang belakangan ini menjadi sorotan publik karena menaikkan PBB-P2 hingga 250%. 

Akan tetapi, dari 20 daerah yang dimaksud, sudah ada dua daerah yang membatalkan peraturan kepala daerah ihwal kenaikan tarif PBB-P2 itu. Yakni Pati dan Jepara, di mana dua-duanya berada di Jawa Tengah. 

Sementara itu, ada tiga daerah lain yang baru membuat perkada untuk mengerek tarif PBB-P2 pada 2025. Adapun 15 daerah lainnya telah menerbitkan aturan soal kenaikan tarif PBB-P2 sejak 2022-2024.

Untuk itu, Tito membantah apabila efisiensi anggaran belanja pemerintah pusat yang diberlakukan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 secara tidak langsung mendorong kenaikkan tarif PBB di daerah-daerah. 

Adapun Inpres No.1/2025 mengatur efisiensi anggaran belanja negara 2025 sebesar Rp306,6 triliun yang terdiri dari Rp256,1 triliun belanja pemerintah pusat, serta Rp50,59 triliun transfer ke daerah. 

"Artinya tidak ada hubungannya, 15 daerah, tidak ada hubungannya dengan efisiensi yang terjadi di tahun 2024. Nah jadi sekali lagi inilah inisiatif baru dari teman-teman daerah, hanya lima daerah yang melakukan kenaikan NJOP dan PBB di tahun 2025. Yang lainnya 2022-2024," terang Tito.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro