Bisnis.com, JAKARTA - Bantuan dari China, Amerika Serikat (AS) dan Rusia mulai berdatangan ke Myanmar pada Sabtu (29/3/2025) di tengah melonjaknya jumlah korban tewas akibat gempa bumi magnitudo 7,7 yang terjadi Jumat kemarin.
Melansir Reuters, tim penyelamat dari China tiba pada hari ini. Sementara itu, Rusia dan AS menawarkan bantuan dalam bencana tersebut, yang terjadi pada jam makan siang Jumat kemarin dan merusak ratusan bangunan di negara tetangga Thailand.
Sebuah tim yang terdiri dari 37 orang dari China mendarat di Yangon, bekas ibu kota Myanmar, pada Sabtu pagi, membawa obat-obatan dan peralatan untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan, kata kedutaan besar China dalam sebuah unggahan di Facebook.
Sementara itu, Rusia mengatakan pihaknya mengirim 120 penyelamat berpengalaman serta dokter dan anjing pelacak, kantor berita negara TASS melaporkan.
Presiden AS Donald Trump mengatakan dia telah berbicara dengan para pejabat di Myanmar dan bahwa pemerintahannya akan memberikan beberapa bentuk bantuan.
Sementara itu, menurut laporan pemerintah militer setempat yang dikutip dari Reuters, jumlah korban tewas di Myanmar melonjak menjadi 694 dengan 1.670 orang terluka, naik tajam dari 144 korban tewas yang dilaporkan media pemerintah kemarin.
Baca Juga
"Infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan bangunan terkena dampak, yang mengakibatkan jatuhnya korban dan cedera di kalangan warga sipil. Operasi pencarian dan penyelamatan saat ini sedang dilakukan di daerah yang terkena dampak," kata junta dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan di media pemerintah.
Pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, telah memperingatkan tentang lebih banyak kematian dan cedera saat dia mengundang negara mana pun untuk memberikan bantuan dan sumbangan.
Pemodelan prediktif dari United States Geological Service (USGS) memperkirakan jumlah korban tewas dapat melebihi 10.000 orang di Myanmar, dan kerugian dapat lebih besar dari nilai produk domestik bruto negara tersebut.
Susan Hough, seorang ilmuwan dalam Program Bahaya Gempa Bumi USGS, mengatakan kepada Reuters bahwa sulit untuk memprediksi jumlah korban tewas akibat gempa bumi, karena berbagai alasan termasuk waktu.
"Ketika gempa bumi terjadi pada siang hari, seperti yang terjadi di Myanmar, orang-orang terjaga, mereka memiliki akal sehat, mereka lebih mampu merespons," katanya.
Hough, yang bekerja di Myanmar pada jaringan seismologi lokal, mengatakan bahwa perpaduan antara bangunan modern dan bangunan tradisional di negara itu juga akan berperan.
"Bangunan tradisional tidak akan terlalu berpotensi mematikan dibandingkan bangunan beton," katanya.
Sebagian besar kerusakan terjadi di kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay, yang dekat dengan episentrum gempa.
Di ibu kota Thailand, Bangkok, 1.000 km (620 mil) dari episentrum, misi penyelamatan diintensifkan pada Sabtu untuk menemukan pekerja konstruksi yang terjebak di bawah reruntuhan menara setinggi 33 lantai yang runtuh.
Pihak berwenang Thailand mengatakan sembilan orang tewas dan 101 orang hilang di Bangkok, sebagian besar adalah buruh yang terjebak di reruntuhan menara yang runtuh.
"Kami akan melakukan segalanya, kami tidak akan menyerah untuk menyelamatkan nyawa, kami akan menggunakan semua sumber daya," kata Gubernur Bangkok Chadchart Sittipunt di lokasi kejadian.
Ibu kota Thailand lumpuh pada hari Jumat dan Chadchart mengatakan ratusan orang telah bermalam di taman-taman kota, tetapi ia mengatakan situasinya membaik.