Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (18/3/2025) akhirnya menyetujui usulan Presiden AS Donald Trump agar Rusia dan Ukraina berhenti menyerang infrastruktur energi satu sama lain selama 30 hari. Kesepakatan itu dicapai setelah Trump dan Putin berdiskusi panjang melalui saluran telepon.
Kedua negara juga berencana untuk memulai negosiasi "segera" di Timur Tengah mengenai gencatan senjata maritim di Laut Hitam, menurut pernyataan dari Gedung Putih.
"Para pemimpin sepakat bahwa gerakan menuju perdamaian akan dimulai dengan gencatan senjata energi dan infrastruktur, serta negosiasi teknis mengenai penerapan gencatan senjata maritim di Laut Hitam, gencatan senjata penuh, dan perdamaian permanen," ujar juru bicara Gedung Putih, dikutip dari Reuters, Rabu (19/3/2025).
Trump telah menekan Putin untuk menyetujui gencatan senjata 30 hari yang didukung AS yang telah diterima Ukraina sebagai bagian dari langkah menuju kesepakatan perdamaian permanen untuk mengakhiri konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Perang tersebut telah menewaskan atau melukai ratusan ribu orang, membuat jutaan orang mengungsi, dan menghancurkan seluruh kota.
Putin, yang pasukannya menginvasi Ukraina pada Februari 2022, mengatakan minggu lalu bahwa ia pada prinsipnya mendukung usulan Washington untuk gencatan senjata, tetapi pasukannya akan terus bertempur hingga beberapa persyaratan penting diselesaikan.
Baca Juga
Sebelumnya, melalui media sosialnya, Trump acapkali menyuarakan harapan bahwa perang Rusia-Ukraina bisa segera berakhir.
"Ada peluang besar untuk mengakhiri pertumpahan darah ini," tulisnya dalam unggahan pada pekan lalu.
Ia juga mengklaim telah meminta secara langsung kepada Putin agar tidak membantai ribuan tentara Ukraina yang saat ini dalam posisi terdesak di Kursk.
Dari Moskow, Putin menyatakan bersedia menghindari korban lebih lanjut—tetapi dengan syarat pasukan Ukraina menyerah.
Juru bicara Kremlin mengonfirmasi bahwa Putin telah menyampaikan pandangannya terkait gencatan senjata kepada Trump melalui Witkoff dan menilai ada potensi kesepakatan damai, meskipun masih banyak hal yang harus dibahas.
Namun, jalan menuju perdamaian tetap terjal. Dalam serangkaian wawancara televisi pada Minggu (16/3), Witkoff, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz menegaskan bahwa masih ada tantangan besar sebelum Rusia bersedia menghentikan serangan.
Ketika ditanya apakah AS akan mendukung perjanjian damai yang membiarkan Rusia mempertahankan wilayah timur Ukraina yang telah direbut, Waltz menjawab diplomatis: "Apakah kita akan mengusir setiap tentara Rusia dari setiap jengkal Ukraina? Negosiasi ini harus realistis."
Rubio, dalam wawancara terpisah dengan CBS, menegaskan bahwa perundingan damai akan membutuhkan waktu, pengorbanan dari kedua belah pihak, dan bahwa sulit membicarakan kesepakatan selama pertempuran masih berlangsung.
Sementara itu, Trump memperingatkan bahwa tanpa gencatan senjata, perang ini berisiko berkembang menjadi konflik global.
Sebagai bagian dari strateginya, Washington mulai memperketat tekanan terhadap Moskow. Pekan lalu, Gedung Putih mengumumkan perubahan peran bagi Jenderal Keith Kellogg, yang sebelumnya bertugas sebagai utusan khusus untuk Rusia dan Ukraina, kini hanya akan fokus pada Ukraina. Keputusan ini menyusul desakan dari pihak Rusia agar Kellogg dikeluarkan dari pembicaraan damai.
Selain itu, izin bagi perusahaan-perusahaan energi AS untuk bertransaksi dengan bank Rusia telah kedaluwarsa, menambah tekanan ekonomi pada Kremlin.
Departemen Keuangan AS juga sedang mempertimbangkan sanksi tambahan terhadap perusahaan minyak dan jasa perminyakan Rusia—sebuah langkah yang bisa semakin mempersempit ruang gerak Putin dalam menentukan strategi perang dan negosiasi damai.