Sidang isbat dilakukan oleh Kementerian Agama Bersama dengan MUI, Komisi VIII DPR RI, ahli-ahli falak dari Ormas Islam, wakil dari Mahkamah Agung, dan astronom dari berbagai lembaga dan universitas.
Selain itu, sidang isbat juga biasanya mendatangkan duta besar negara sahabat.
Pada mulanya sidang isbat dilakukan di era pemerintahan Presiden Soekarno, setelah meresmikan didirikannya Kementerian Agama.
Melansir kemenag.go.id, Sidang isbat pertama kali dilakukan pada 1950-an. Namun sebagian sumber menyebut tahun 1962, pertama kali diadakan Sidang Isbat dalam rangka penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri.
Sidang tersebut dilaksanakan setiap tanggal 29 Sya’ban atau 29 Ramadan, untuk penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal (Idul Fitri).
Sidang Isbat juga dilakukan untuk menentukan awal bulan Dzul Hijjah dalam rangka penetapan hari raya Idul Adha.
Baca Juga
Kemudian langkah monumental Kementerian Agama dilakukan pada 1970-an dengan membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR).
Badan Hisab dan Rukyat dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972 dan pertama kali diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek, seorang pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah.
Keanggotaan Badan Hisab dan Rukyat terdiri dari para ulama/ahli yang berkompeten dari berbagai unsur organisasi dan instansi terkait.
Menteri Agama periode 1971-1978 Prof. H.A. Mukti Ali sewaktu melantik anggota Badan Hisab dan Rukyat, Agustus 1972, menyampaikan tiga hal berkenaan dengan peran dan tugas Badan Hisab dan Rukyat, yakni sebagai berikut:
Pertama, menentukan hari-hari besar Islam dan hari libur nasional yang berlaku seluruh Indonesia.
Kedua, menyatukan penentuan awal bulan Islam yang berkaitan dengan ibadah umat Islam, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal (Idul Fitri), 10 Zulhijjah (Idul Adha).
Ketiga, menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat dan meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.
Fungsi Sidang Isbat
Sidang isbat dilakukan sebagai sarana pemerintah untuk menetapkan awal Ramadan, Idulfitri dan Idul Adha.
Pertama, sidang isbat, hisab dan rukyat merupakan momentum meneladani sunnah rasul dalam penetapan awal bulan qamariyyah, khususnya awal Ramadan dan Idul Fitri.
Sidang ini menjadi tahapan untuk merangkul dan memusyawaragkan dua metode penentuan awal bulan Ramadan, Idulfitri dan Idul Adha hingga akhirnya bisa saling melengkapi dan menyempurnakan.
Kehadiran sidang isbat dinilai sebagai wujud kehadiran negara dalam memberikan layanan keagamaan kepada masyarakat.
Kemenag juga menuturkan bahwa kehadiran sidang isbat hisab dan rukyat menjadi momen promosi perkembangan ilmu falak/ astronomi dan perayaan integrasi ilmu fiqh (ilmu agama) dan ilmu astronomi (ilmu umum).
Terakhir, tujuan sidang isbat yakni menjadi momentum syiar Islam menyambut (tarhib) Ramadan sekaligus arena merajut toleransi dan kerukunan umat beragama.