Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menangguhkan sementara penjualan platform media sosial China, TikTok, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang yang disahkan di AS pada tahun lalu.
Melansir The Guardian pada Selasa (21/1/2025), kebijakan terkait TikTok merupakan salah satu dari serangkaian perintah yang ditandatangani oleh Trump pada hari pertamanya kembali ke Gedung Putih.
Perintah tersebut menginstruksikan jaksa agung Trump untuk tidak mengambil tindakan apa pun untuk menegakkan hukum yang mengamanatkan penjualan atau penutupan aplikasi media sosial raksasa tersebut di AS selama jangka waktu 75 hari.
Jeda tersebut akan memberikan kesempatan untuk menentukan langkah selanjutnya yang tepat dengan cara yang tertib yang melindungi keamanan nasional sekaligus menghindari penutupan tiba-tiba platform komunikasi yang digunakan oleh jutaan warga Amerika.
Perintah tersebut juga mengarahkan departemen kehakiman untuk mengeluarkan surat kepada perusahaan media sosial dan teknologi besar lainnya seperti Apple, Google milik Alphabet, dan Oracle yang bekerja sama dengan TikTok.
Surat tersebut akan menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran undang-undang dan tidak ada tanggung jawab atas tindakan apa pun yang terjadi selama periode yang ditentukan.
Ketika seorang reporter bertanya apa tujuan perintah eksekutif TikTok, Trump berkata, "Hanya memberi saya hak untuk menjualnya atau menutupnya". Trump menambahkan bahwa dia belum membuat keputusan tentang jalan yang tepat untuk ke depannya.
Sementara, para pendukung pelarangan platform berbagi video tersebut telah lama mengutip masalah keamanan, mengingat kepemilikannya oleh ByteDance, sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah China.
Mereka juga mengkhawatirkan potensi informasi pribadi tentang jutaan pengguna Amerika untuk digunakan untuk tujuan mata-mata atau propaganda.
Trump mengkritik TikTok atas dasar tersebut pada masa jabatan pertamanya berkuasa dan mencoba melarangnya sendiri.
Sejak itu, dia mengubah posisinya karena beberapa faktor, termasuk popularitasnya sendiri di platform tersebut dan penggunaannya selama kampanye presiden tahun lalu, dan pernyataan yang dilaporkan oleh Jeff Yass, seorang investor TikTok dan donatur Partai Republik.
Namun, Partai Republik di Kongres tidak mengubah posisi mereka terhadap Trump dan berdasarkan undang-undang bipartisan yang ditandatangani oleh Joe Biden April lalu, TikTok diamanatkan untuk menjual asetnya ke perusahaan yang berbasis di AS paling lambat 19 Januari tahun ini.
Berdasarkan undang-undang tersebut, batas waktu dapat diperpanjang 90 hari jika penjualan sedang berlangsung.
ByteDance mengatakan tidak akan menjual. Salah satu tawaran AS yang menarik melibatkan Frank McCourt, seorang miliarder yang pernah memiliki tim bisbol Los Angeles Dodgers, dan Kevin O'Leary, seorang investor yang terkenal karena tampil di Shark Tank, acara di ABC.
Mahkamah Agung AS mendengarkan argumen tentang masalah tersebut awal bulan ini, setelah Trump meminta penangguhan. Para hakim tampaknya berniat membiarkan hukum tersebut berlaku, meskipun ada pernyataan dari para pembela kebebasan berbicara.
Petisi Trump ke pengadilan tidak menyebutkan kekhawatiran tersebut. Adapun, pengacaranya mengklaim Trump sendiri memiliki keahlian dalam membuat kesepakatan, mandat elektoral, dan kemauan politik untuk menegosiasikan resolusi untuk menyelamatkan platform tersebut sambil mengatasi masalah keamanan nasional yang diungkapkan oleh pemerintah.
Namun, para ahli meragukan kewenangan Trump. Alan Rozenshtein, mantan penasihat keamanan nasional untuk Departemen Kehakiman AS bahwa perintah eksekutif bukanlah dokumen ajaib.
Dia menyebut, perintah tersebut hanya sekadar siaran pers dengan alat tulis yang lebih bagus. "TikTok akan tetap dilarang, dan Apple dan Google tetap ilegal untuk berbisnis dengan mereka. Namun, hal itu akan membuat niat presiden untuk tidak menegakkan hukum menjadi lebih resmi," katanya.