Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia resmi menguasai kembali ruang udara di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang dikendalikan oleh Singapura selama berpuluh-puluh tahun.
Penguasaan ruang udara itu sudah berlaku sejak 1 Januari 2024 lalu, sebagai bagian dari ratifikasi perjanjian flight information Region (FIR) antara pemerintah Indonesia dengan Singapura pada 27 Januari 2022 lalu.
Sekadar informasi, sebelum perjanjian itu diteken, wilayah udara di Kepulauan Riau dan Natuna berada di bawah pengawasan otoritas Singapura. Otoritas Singapura mengendalikan, mengatur dan melayani penerbangan yang melintasi wilayah tersebut.
Pengendalian wilayah itu seusai dengan perjanjian tahun 1995 yang memberikan kewenangan kepada Singapura untuk wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Namun demikian, Indonesia berupaya mengakhiri perjanjian itu dengan berupaya meratifikasi perjanjian baru.
Pada Januari 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong bertemu. Salah satu poin pertemuan itu adalah perjanjian baru tentang Flight Information Region (FIR).
Adapun jika merujuk laman resmi Sekretariat Negara, ada lima poin utama dalam perjanjian tersebut. Pertama, penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.
Baca Juga
Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial.
Indonesia dalam hal ini mendelegasikan pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Di area tertentu tersebut, ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia.
Ketiga, selain menyepakati pengelolaan ruang udara untuk penerbangan sipil, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka Kerja Sama Sipil dan Militer dalam Manajemen Lalu Lintas Penerbangan atau Civil Military Coordination in ATC (CMAC). Tujuannya, untuk memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak terjadinya pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.
Keempat, Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan yang diberikan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura kepada Indonesia.
Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ICAO.
Menguntungkan Indonesia?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan International Civil Aviation Organization (ICAO) telah menyetujui proposal pengalihan Flight Information Region (FIR) dari Singapura ke Indonesia sejak 11 Januari 2024.
"60 hari setelah diterbitkannya informasi terkait perubahan tersebut, wilayah udara Indonesia yang tadinya ditetapkan sebagai FIR Singapura, kembali sepenuhnya menjadi FIR Indonesia," katanya dalam akun Instagram resminya, dikutip Jumat (22/3/2024).
Luhut merasa lega dengan kabar tersebut, mengingat ketiga hal itu menjadi isu bilateral yang lama belum dituntaskan antara kedua negara. Berkat pendekatan diplomasi yang baik dari Presiden Jokowi bersama PM Lee Hsien Long, ketiga perjanjian tersebut bisa disepakati bersama.
"Saya ingat betul bagaimana panjang dan berlikunya proses percepatan penyelesaian tiga perjanjian terkait kepentingan strategis Indonesia dan Singapura ini," ujarnya.
Namun, lanjutnya, yang harus digarisbawahi adalah jangan pernah kesampingkan kepentingan nasional. Sesuai arahan Presiden, Luhut memilih untuk mengedepankan dialog dengan semua pihak yang berkaitan dengan isu ini, termasuk menjalin komunikasi yang baik dengan Menteri Senior Singapura, Teo Che Hean.
Adapun sebelum akhirnya disahkan, FIR telah mendapat sorotan dari banyak pihak, terutama DPR. Pada 2022 lalu, anggota DPR Fraksi PKS Sukamta meminta pemerintah transparan terkait kesepakatan penyesuaian pelayanan ruang udara (realignment Flight Information Region/FIR) antara Indonesia dengan Singapura.
Transparansi, lanjut Sukamta, sangat penting untuk menjawab sejumlah kekhawatiran pakar yang menganggap Indonesia dipecundangi oleh Singapura dalam perjanjian tersebut.
"Kesepakatan yang dibuat dengan negara lain termasuk dalam kategori kebijakan publik karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan juga menyangkut kedaulatan negara. Maka dokumen kesepakatan baik terkait ekstradisi, pelayanan ruang udara dan kerjasama pertahanan yang telah ditandangani wajib untuk dapat diakses oleh publik,” katanya kepada wartawan, Selasa (1/2/2022).
Sukamta menuturkan bahwa pemerintah saat ini sudah memiliki kemampuan teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni di bidang navigasi serta teknologi keselamatan penerbangan. Semestinya, negosiasi untuk mendapatkan ruang udara di atas wilayah kepulauan Natuna dan Riau akan lebih kuat.
"Saya menduga poin-poin kesepakatan terkait FIR terasa tidak banyak perubahan dibanding kesepakatan lama, seperti terkait pengelolan ruang udara pada ketinggian 0 sampai 37.000 kaki masih menjadi kewenangan Singapura. Ini karena daya tawar Indonesia tidak cukup kuat. Indonesia sejauh ini belum bisa masuk anggota ICAO [International Civil Aviation Organization] kategori III, sementara Singapura sudah pada Kategori II,” ungkapnya.
Perjanjian Pertahanan
Di tengah isu perebutan ruang udara itu, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong juga telah meneken kerja sama pelatihan militer.
Dilansir dari laman Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Indonesia dan Singapura telah memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) dan telah diratifikasi denngan terbitnya UU No. 3 tahun 2023.
Adapun poin-poin penting dalam Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) tersebut antara lain:
Fasilitas Latihan Bersama
Berdasarkan salinan kerja sama Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura Tentang Kerja Sama Pertahanan, disebutkan beberapa poin terkait fasilitas latihan bersama militer kedua negara di Indonesia.
Perjanjian tersebut diketahui ditandatangani pada 27 April 2007 di Tampak Siring, Bali oleh Menteri Pertahanan kedua negara yakni Juwono Sudarsono dan Teo Chee Hean. Adapun, salinan kerja sama ini tidak terlepas dari UU Nomor 3 Tahun 2023 yang diteken Presiden Jokowi pada 3 Januari 2023.
Dalam Pasal 3 salinan kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura disebutkan bahwa pembangunan daerah latihan bersama dan fasilitasnya di Indonesia untuk penggunaan latihan bersama atau oleh salah satu pihak, baik TNI dan Angkatan Bersenjata Singapura sebagai berikut:
1. Pemulihan dan pemeliharaan Air Combat Manoeuvring Range (selanjutnya disebut ACMR) serta infrastruktur dan instrumen
terkait
2. Pembangunan Oveland Flying Training Area Range (selanjutnya disebut OFTA)
3. Pengoperasian dan pemeliharaan Siabu Air Weapons Range (selanjutnya disebut AWR)
4. Penetapan Pulau Kayu Ara sebagai daerah untuk melaksanakan pelatihan Bantuan Tembakan Laut
5. Pemberian bantuan teknis Angkatan Laut dan akses pada fasilitas latihan Angkatan Laut
6. Pengembangan dan penggunaan Daerah Latihan di Baturaja
7. Keberlanjutan pemberian bantuan pelatihan oleh Angkatan Bersenjata Singapura kepada TNI pada latihan di bidang simulator termasuk kursus-kursus tehnik dan akademik.
Izin Latihan Militer Singapura dan Negara Lain di Wilayah Indonesia
Dalam perjanjian yang berlaku selama 25 tahun ini, disepakati penetapan akses dan penggunaan wilayah udara dan laut lndonesia untuk latihan oleh Angkatan Bersenjata Singapura.
Kesepakatan ini termasuk mengijinkan pesawat Angkatan Udara Singapura untuk melaksanakan tes kelaikan terbang, pengecekan teknis dan latihan terbang dalam wilayah udara yang disebut Daerah Alpha Satu.
Selanjutnya, mengijinkan pesawat Angkatan Udara Singapura untuk melaksanakan latihan dan pelatihan militer di wilayah udara Indonesia di Daerah Alpha Dua dan mengijinkan kapal Angkatan Laut Singapura untuk melakukan manuver laut dan latihan termasuk menembak dengan peluru tajam, bersama dengan pesawat Angkatan Udara Singapura, di wilayah udara dan perairan lndonesia pada Area Bravo.
"Angkatan Laut Singapura dengan dukungan Angkatan Udara Singapura dapat melaksanakan latihan menembak peluru kendali sampai dengan 4 kali latihan dalam setahun di Area Bravo. Angkatan Laut Singapura akan memberi informasi kepada TNI-AL apabila akan melaksanakan latihan menembak dengan peluru kendali," bunyi bagian huruf b dalam perjanjian kerja sama tersebut.
Lebih lanjut, disepakati pula bahwa Angkatan Bersenjata Singapura dapat melaksanakan latihan atau berlatih dengan Angkatan Bersenjata dari negara lain di wilayah udara Indonesia pada daerah Alpha Dua, dan di perairan dan wilayah udara Indonesia pada daerah Bravo, dengan persetujuan lndonesia.