Bukan Kekalahan Pertama
Daftar Kekalahan KPK
Sebelum putusan kasus Helmut, lembaga antikorupsi sejatinya telah beberapa kali mengalami kekalahan di sidang gugatan praperadilan yang menyebabkan gugurnya status para tersangka kasus korupsi. Berikut daftar perkaranya:
Budi Gunawan
Sebelum Eddy, terdapat nama eks petinggi Polri Budi Gunawan yang memenangkan gugatan praperadilan melawan KPK. Budi, yang saat itu berstatus sebagai calon Kapolri, menang dalam sidang praperadilan di PN Jaksel pada 16 Februari 2015 terkait kasus dugaan gratifikasi.
Hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan gugatan praperadilan calon Kapolri Komjen Polisi Budi Gunawan dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah.
Sarpin menilai KPK tidak berwenang menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji Budi Gunawan, karena saat Budi menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi SDM Polri, dia tidak termasuk penegak hukum, penyelenggara negara, mendapat perhatian karena meresahkan masyarakat, dan perbuatannya tidak menimbulkan kerugian negara minimal Rp1 miliar.
lham Arief Sirajuddin
Mantan Wali Kota Makassar periode 2004-2009 dan 2009-2014 Ilham Arief Sirajuddin mengalahkan KPK dalam gugatan praperadilan di PN Jaksel pada 12 Mei 2015.
Ilham sebelumnya ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama kelola dan transfer instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kota Makassar periode 2006-2012.
Baca Juga
Hakim tunggal praperadilan menyatakan penetapan status tersangka, penggeledahan, serta penyitaan barang buktinya oleh KPK tidak sah, salah satunya karena KPK dinilai tidak dapat memberikan dua alat bukti yang cukup.
Marthen Dira Tome
Bupati Sabu Raijua periode 2011-2016 Marthen Dira Tome memenangkan gugatan praperadilan terhadap KPK di PN Jaksel pada 18 Mei 2016, terkait kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS).
Hakim tunggal Nursyam menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Marthen tidak sah, salah satunya karena KPK dinilai tidak dapat memberikan dua alat bukti yang cukup.
Hadi Poernomo
Hadi Poernomo yang merupakan mantan Direktur Jenderal Pajak periode 2001-2006 memenangkan praperadilan melawan KPK di PN Jaksel pada 26 Mei 2016, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi keberatan pajak BCA.
Hakim tunggal praperadilan Haswandi telah mengabulkan permohonan gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut untuk sebagian yang diajukannya.
Penyidikan KPK berkaitan dengan peristiwa pidana itu dinyatakan tidak sah berdasarkan undang-undang, sehingga hakim meminta KPK untuk menghentikan penyidikan.
Taufiqurahman
Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018 Taufiqurahman mengalahkan KPK dalam gugatan praperadilan pada 6 Maret 2017 terkait kasus gratifikasi dan korupsi berbagai proyek.
Hakim tunggal I Wayan Karya mengabulkan praperadilan yang diajukan Taufiqurahman di KPK karena sebelumnya telah diperkarakan di instansi lain, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Setya Novanto
Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto memenangkan gugatan praperadilan kasus dugaan korupsi e-KTP pada 29 September 2017.
Hakim PN Jaksel Cepi Iskandar menyatakan penetapan tersangka kepada Setya Novanto tidak sah karena tidak didasarkan atas prosedur dan tata cara yang ada, di antaranya karena alat bukti yang telah digunakan untuk tersangka lain.
Dalam kasus tersebut, KPK setidaknya menetapkan lima tersangka lainnya yaitu Irman, Sugiharto, Andi Agustinus Narogong, Markus Nari, dan Anang Sugiana Sudihardjo.
Siman Bahar
KPK kalah dalam gugatan praperadilan yang diajukan oleh Bos PT Loco Montrado, Siman Bahar di PN Jaksel pada 27 Oktober 2021, terkait kasus korupsi yang melibatkan perusahaannya dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. (ANTM) atau Antam.
Penetapan tersangka terhadap Simon dinyatakan tidak sah oleh hakim tunggal praperadilan dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Eddy Hiariej
PN Jaksel mengabulkan permohonan gugatan praperadilan eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dalam kasus dugaan penerimaan suap pada Selasa (30/1/2024).
Eddy sebelumnya diduga menerima suap Rp4 miliar terkait pemberian bantuan konsultasi administrasi hukum umum untuk PT CLM, yang menjerat beberapa tersangka lain yakni Yogi Arie Rukmana, Yosie Andika Mulyadi, serta Helmut Hermawan.
Uang suap itu diduga diberikan oleh Helmut selaku eks dirut PT CLM melalui transfer rekening asisten pribadi Eddy Hiariej yakni Yogi Arie Rukmana, dan advokat Yosie Andika Mulyadi.
Di luar pengurusan administrasi bantuan hukum PT CLM, profesor di bidang hukum itu diduga berjanji untuk menghentikan penyidikan terhadap Helmut di Bareskrim Polri melalui surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, dengan penyerahan uang sekitar Rp3 miliar.
Helmut juga diduga memberikan uang senilai Rp1 miliar kepada Eddy untuk pencalonan sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti). Dengan demikian, KPK menduga sejauh ini terdapat total Rp8 miliar aliran dana yang diterima.