Bisnis.com, JAKARTA - Tindakan Abu Rara menusuk Menko Polhukam Wiranto dinilai sebagai tindakan yang terpengaruh ideologi ISIS. Pengamat menilai pelaku menggangap amaliyah atau operasi penyerangan itu sebagai tugas suci.
Seperti diberitakan sebelumnya, SA alias Abu Rara diidentifikasi pihak keamanan sebagai bagian dari Jamaah Ansharut Daulah Bekasi pimpinan Abu Zee.
Adapun kelompok ini, menurut mantan narapidana kasus terorisme Sofyan Tsauri, merupakan bagian dari kelompok Tambun, Bekasi yang pernah dipimpin Ruri Alexander Rumatarai alias Iskandar alias Abu Qutaibah.
Pengamat politik dan gerakan Islam dari Pusat Komunikasi dan Keindonesiaan Fahlesa Munabari menambahkan bahwa JAD tak lain dari perpanjangan ideologi ISIS di Indonesia. Ideologi, tambahnya, bisa memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan radikal atau teror yang seringkali di luar logika umum.
"Begitulah ideologi, ketika sudah masuk, menginternalisasi, mendarah daging, jangan dilogika dengan logika pada umumnya," ujar Fahlesa, Jumat (11/10/2019).
"Bagi mereka, keberhasilan amaliyah atau operasi seperti yang dilakukan Abu Rara kemarin adalah sebuag 'tugas suci'," ujar penulis buku Mendamaikan Syariah dan NKRI ini.
Menurut mantan Dekan Fisip Universitas Budi Luhur ini, pelaku teror menjalankan amaliyah dengan reward tidak berwujud material berupa uang atau jabatan. "Balasan yang mereka dapatkan adalah janji pahala besar dari Allah SWT, meskipun ini adalah pemahaman yang salah."
Fahlesa menyebutkan selama ini belum ada penelitian yang mendalam dan komprehensif tentang JAD.
Meski begitu, ia memperkirakan anatomi JAD mirip dengan Jamaah Islamiyah dulu. "Terdiri dari jaringan-jaringan bawah tanah dengan komando yang terstruktur serta ada koordinasi secara berlapis."
Fahlesa menyebutkan Abu Zee sebagai contoh. "Dia seorang pembina atau senior yang membimbing Abu Rara dan istrinya." Fahlesa juga menyebut peran Aman Abdurrahman, yang kini mendekam di penjara, sebagai ideolog JAD.
"Secara gampangnya seperti Jamaah Islamiyah (JI) dulu. Ideolognya Abu Bakar Baasyir dan almarhum Abdullah Sungkar. Meski ABB kemudian menyatakan tidak terlibat, tapi warisan ideologinya luar biasa dampaknya ke mantan murid-muridnya dulu. Saya yakin pola struktur, komando, ideologi, JAD dan JI tidak jauh berbeda," ujarnya.
Fahlesa menyebutkan kekuatan ideologi JAD terlihat dari apa yang terjadi di lapangan. "Faktanya di lapangan mereka yang terinspirasi dengan ideologi teror ini luar biasa. Mereka bergerak dengan koordinasi bawah tanah yang rapat dan rapi. Dengan pola-pola amaliyah yang susah terduga, meskipun mereka bisa terdeteksi, maka antisipasi pengamanan harus lebih baik lagi."
Terkait pengamanan pejabat negara, Fahlesa mengaskan ke depan pengamanan harus dilakukan dengan jauh lebih disiplin daripada sekarang.
Selain itu, Fahlesa menyebutkan bahwa kondisi ekonomi tidak signifikan korelasinya dengan adanya orang yang bisa direkrut kelompok teror.
"Tujuan ISIS kan Khilafah Islam, tidak relevan untuk melihat apakah yang mereka direkrut berasal dari kelas ekonomi yang mana. Siapa pun akan direkrut terutama yang mudah terkesima dengan 'rayuan surga" yang salah," ujarnya.
Mereka yang direkrut bisa saja dari lingkungan pesantren, lingkungan RT, bahkan lingkungan perguruan tinggi.
"Orang kalau sudah tertarik dan teryakini dengan ideologi, terinternalisasi, akan mau saja disuruh apa pun tanpa suntikan uang sekalipun. Janji surga dan bidadari membuat uang tidak penting bagi mereka," ujar Fahlesa.