Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan korban meninggal tsunami Selat Sunda sudah menjadi 62 jiwa, per Minggu (23/12/2018) pukul 10.00 WIB.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan 62 orang meninggal dunia, 584 orang luka-luka, 20 orang hilang, 430 rumah rusak berat, 9 hotel rusak berat, serta 10 kapal rusak berat akibat tsunami di sejumlah pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan, Sabtu (22/12).
"Data ini, artinya data korban jiwa maupun kerusakan yang berdampak ke ekonomi akan bertambah mengingat belum semua wilayah dapat terdata. Saat ini, petugas masih terus melakukan pendataan," ujarnya seperti dilansir Antara.
BNPB menyatakan penanganan tsunami tersebut terus dilakukan berbagai pihak. Kawasan yang terkena dampak tsunami dan gelombang tinggi ini adalah lokasi-lokasi wisata dan rumah warga di sepanjang pantai Tanjung Lesung, Sumur, Teluk Lada, Panimbang, dan Carita.
"Saat ini sedang disiapkan, akan diadakan survei dan pemetaan dengan pesawat terbang yang dilakukan TNI, BNPB juga mengerahkan helikopter," tambah Sutopo.
Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan telah merekam adanya gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale 58 milimeter (mm) dan letusan Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12) pukul 21.03 WIB. Namun, PVMBG masih mendalami penyebab pasti tsunami yang terjadi di Selat Sunda.
Aktivitas terkini Gunung Anak Krakatau yang teramati pada Sabtu (22/12) yakni letusan dengan tinggi asap berkisar antara 300-1.500 meter di atas puncak kawah.
PVMBG mengungkapkan bahwa dari rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak Juni 2018, terlihat tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami. Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan.
Sehingga, untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan yang cukup masif yang masuk ke dalam kolom air laut. Untuk merontokkan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut, diperlukan energi yang cukup besar dan hal ini tidak terdeksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api.
Oleh karena itu, masih diperlukan berbagai data untuk melihat kaitan antara letusan gunung api dengan tsunami.