Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Terus Sidik Kasus PT DGI

Komisi Pemberantasan Korupsi terus melanjutkan penggalian informasi terkait korupsi dengan tersangka PT Duta Graha Indah.
Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Salahuddin Uno yang juga mantan komisaris PT Duta Graha Indah melambaikan tangan sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/5/2017)./Antara-Hafidz Mubarak A
Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Salahuddin Uno yang juga mantan komisaris PT Duta Graha Indah melambaikan tangan sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/5/2017)./Antara-Hafidz Mubarak A

Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi terus melanjutkan penggalian informasi terkait korupsi dengan tersangka PT Duta Graha Indah (DGI).

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan pekan lalu penyidik memeriksa salah satu saksi terkait kasus tersebut. Hal ini membuktikan bahwa KPK tidak mengesampingkan penyidikan kasus ini.

“Ada beberapa bukti yang sudah kita gunakan untuk kasus dengan tersangka perorangan dari korporasi itu tentu akan digunakan pula dalam kasus ini. Kami proses kasus ini secara cermat karena membutuhkan waktu untuk proses pembuktiannya” paparnya pada Selasa (30/1/2018).

Komisi antirasuah KPK sejauh ini sudah mejerat empat tersangka perorangan yakni Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi; Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana, Made Meregawa; Manager Marketing PT DGI Muhammad El Idris; serta Direktur PT Mahkota Negara, Marisi Matondang.

Pembangunan RS Udayana didanai secara tahun jamak atau multiyears dari 2009-2011 dan nilai proyeknya mencapai Rp120 miliar. Setidaknya Rp30 miliar dari keseluruhan nilai tersebut dipergunakan tidak sesuai peruntukannya.

Nilai proyeknya mencapai Rp120 miliar. Diduga dari total nilai proyek itu, sebesar Rp30 miliar telah diselewengkan. Sementara terkait pengadaan alat kesehatan pada rumah sakit yang sama, nilai proyeknya mencapai Rp16 miliar.

Adapun Peraturan MA No.13/2016 yang terbit pada 31 Desember 2016 itu menyatakan jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, maka penegak hukum meminta pertanggungjawaban kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab perusahaan itu seperti direktur utama atau dewan direksi.

Sementara, korporasi itu turut dijerat dengan sanksi denda sesuau peraturan perundang-undangan. Jika denda itu tidak mampu dibayar, maka sebagai gantinya, negara berhak menyita aset korporasi tersebut sebagai ganti kerugian yang telah ditimbulkan akibat tindak pidana yang dilakukan korporasi, dan selanjutnya akan dilelang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper