Bisnis.com, JAKARTA - Pernyataan kontroversial Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Qasim Mathar bahwa kitab suci umat Islam, Al-Qur'an perlu direvisi karena Nabi Muhammad SAW telah meninggal dunia sehingga tidak cocok lagi, mengundang kecaman dari berbagai pihak.
Pernyataan Qasim itu dilansir dalam laman muslimdaily.net dengan url, http://muslimdaily.net/berita/lokal/guru-besar-uin-makasar-rasulullah
Seperti apa sebenarnya konteks pernyataan Qasim Mathar? Berikut isi lengkap pernyataannya yang dikutip dari muslimdaily.net:
Bertempat di Lecture Theater UIN Alauddin, Samata mulai sekitar pukul 10.00 WITA - 13.00 WITA, pegiat #IndonesiaTanpaJIL wilayah Makassar bekerjasama dengan BEM-Fakultas Ilmu Kesehatan mengadakan diskusi tentang Islam Liberal dengan menghadirkan dua pembicara. (foto: UIN Alauddin Makassar)
Diskusi berjalan menarik karena menghadirkan dua pembicara yang memiliki latar belakang pemikiran berbeda antara yang menolak Islam Liberal dengan yang mendukung liberalisme Islam.
Di kubu anti JIL diwakili oleh Akmal Sjafril, MPd.I, sedangkan di kubu pendukung JIL diwakili oleh Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Alauddin Makasar Prof. Dr. HM. Qasim Mathar.
Memulai pembicaraan mengenai definisi agama, Prof. Qasim membuat beberapa pernyataan kontroversial yang membuat diskusi berjalan 'menarik'.
Diantara pernyataan-pernyataan kontroversial lulusan program Doktor IAIN Jakarta itu antara lain adalah: "Tidak akan kafir seseorang yang agamanya Islam walaupun dia melenceng dari ajaran akidah Islam," katanya seperti disampaikan oleh Zilqiah Angraini, salah seorang pegiat #IndonesiaTanpaJIL melalui akun Twitter.
"Jangan teriak kafir kepada sesama umat Islam," kata guru besar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Alauddin Makasar itu. "Orang beragama itu ibarat lagi main bola di lapangan, bola itu kamu tendang kemana bolanya ngga akan kafir."
"Jangan membatasi penafsiran Al-Quran karena generasi ke depan lebih jago daripada generasi yang zaman dulu." "Seharusnya dalam Islam tidak usah ada istilah poligami, karena pernikahan sempurna itu hanya monogami." "Kalau masyarakat aman-aman saja dengan kehadiran Islam liberal, ya jangan ganggu lagi kenyamanan masyarakat itu."
"Tuhan tidak pernah ada di depan kita, tidak pernah ada di kursi MPR. Kedaulatan bukan di tangan Tuhan." "Sains itu bergerak ke depan bukan ke belakang. Islam juga harusnya begitu." "Yang mengaku menjadi Nabi setelah Nabi Muhammad, ya terserah dia. Itu tandanya dia mau direkam sejarah. Jadi biarkan saja."
"Rasulullah sudah meninggal, isi Al Qur'an perlu direvisi karena sudah tidak cocok lagi."
Lebih lanjut, Prof. Qasim juga mengatakan bahwa sekarang Nabi sudah tidak ada. Menurutnya, hanya menjadi sebuah mimpi saja jika umat Islam hendak menyeragamkan pemahaman mengenai Islam.
Guru Besar yang mengaku sebagai aktivis Syiah itu juga menjelaskan karena Rasulullah sudah meninggal, maka ia mengatakan bahwa isi Al-Qur'an perlu direvisi karena menurutnya sudah tidak cocok lagi dengan zaman.
Ia menyatakan tidak peduli dengan orang yang mau puasa atau tidak, mau berlebaran kapan. "Biarkan saja, karena Islam itu adil," kata profesor kelahiran Makassar pada tanggal 21 Agustus 1947 itu seperti dilaporkan Zilqiah.
Prof. Qasim yang pro JIL berpesan agar umat Islam tidak usah ditanamkan dan tidak perlu disatukan, ia menyarankan agar berhenti memikirkan mengajak orang untuk bersatu.
Sang Guru Besar Sejarah dan Pemikiran Islam itu kemudian menutup statement-nya dengan kalimat, "Jangan mimpi dan sibuk mikirin untuk menyeragamkan umat muslim. Capek nanti."(antara/yus)