Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KRISIS SURIAH: Rusia Ultimatum AS, Dukung Konferensi atau Pemberontak

BISNIS.COM, St. PETERBURG -- Amerika Serikat perlu untuk memilih antara mendukung konferensi internasional yang dirancang untuk mengakhiri perang saudara di Suriah dan langkah-langkah sepihak untuk mendukung oposisi bersenjata. Amerika Serikat memberikan

BISNIS.COM, St. PETERBURG -- Amerika Serikat perlu untuk memilih antara mendukung konferensi internasional yang dirancang untuk mengakhiri perang saudara di Suriah dan langkah-langkah sepihak untuk mendukung oposisi bersenjata.

Amerika Serikat memberikan oposisi Suriah sinyal campuran, kata Sergei Lavrov dalam satu wawancara bersama dengan The Associated Press dan Bloomberg.

"Pesan oposisi semakin nyata, 'bung, jangan pergi ke Jenewa, jangan katakan Anda akan bernegosiasi dengan rezim, segera hal-hal akan berubah dalam mendukung Anda," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Jumat (22/6).

"Ini baik konferensi atau hasutan oposisi tidak menjadi fleksibel. Saya tidak berpikir itu mungkin untuk melakukan keduanya pada saat yang sama," katanya.

Pada Mei, Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengusulkan mengadakan konferensi internasional kedua tentang Suriah.

Rencana pertemuan telah dijuluki Konferensi Jenewa-2 setelah konferensi pertama mengenai Suriah diselenggarakan di Jenewa musim panas lalu.

"Jika tujuan kita adalah konferensi, maka kita harus menghindari diskusi-diskusi dan, tentu saja, tindakan yang dirancang untuk membentuk zona larangan terbang. Kita harus menghindari perdebatan konfrontatif dan resolusi sepihak di Majelis Umum (PBB)," kata Lavrov Jumat.

Lebih dari 90.000 orang telah tewas sejak pertempuran pecah antara pasukan pemerintah Suriah dan kelompok pemberontak Maret 2011, menurut angka PBB terbaru.

Rusia, bersama dengan China, telah menghadapi kecaman luas karena penolakannya untuk menyetujui sanksi-sanksi PBB terhadap rezim Presiden Suriah Bashar Assad.

Moskow telah berulang kali menyatakan bahwa ia tidak memiliki kepentingan dalam melihat Bashar tetap berkuasa, tetapi khawatir bahwa kekosongan kekuasaan akan menyebabkan lebih banyak kekerasan. (Antara/RIA Novosti-OANA)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper