Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Australia Bakal Resmi Akui Negara Palestina di Sidang Umum PBB Ke-80

Australia akan mengakui Palestina di Sidang Umum PBB ke-80, mendukung solusi dua negara di tengah ketegangan Israel-Palestina.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyampaikam paparan saat menjadi pembicara utama pada hari kedua ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF) 2023 di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/9/2023)../Media Center KTT ASEAN 2023
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyampaikam paparan saat menjadi pembicara utama pada hari kedua ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF) 2023 di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/9/2023)../Media Center KTT ASEAN 2023

Bisnis.com, JAKARTA – Australia akan mengumumkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September mendatang.

Melansir Bloomberg, Senin (11/8/2025), Rencana ini diumumkan oleh Perdana Menteri Australia Anthony Albanese usai rapat kabinet di Gedung Parlemen di Canberra. Keputusan ini diambil di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas rencana Israel menggelar operasi militer besar di sebagian wilayah Jalur Gaza.

“Solusi dua negara adalah satu-satunya harapan terbaik bagi umat manusia untuk memutus lingkaran kekerasan di Timur Tengah, sekaligus mengakhiri konflik, penderitaan, dan kelaparan di Gaza,” ujar Albanese.

Pengakuan yang akan diumumkan di Sidang Umum PBB ke-80 itu memberi legitimasi internasional pada perjuangan pembentukan negara Palestina. Australia akan bergabung dengan Prancis, Inggris, dan Kanada yang telah lebih dulu mengambil langkah serupa.

Sebaliknya, AS hingga kini menolak pengakuan tersebut di luar kerangka perjanjian damai langsung antara Israel dan Palestina.

Ketegangan meningkat setelah pekan lalu pemerintahan Benjamin Netanyahu mengizinkan serangan ke Kota Gaza, menyusul gagalnya perundingan gencatan senjata ketiga dengan Hamas pada Juli.

Sebelumnya, Israel menghindari kawasan itu demi mengurangi risiko bagi sekitar 20 sandera yang diyakini masih hidup. Netanyahu menyebut langkah Australia “memalukan”, sementara Albanese menegaskan situasi di Gaza “telah melampaui mimpi buruk terburuk dunia” dengan korban sipil yang terus bertambah.

"Korban dari status quo terus bertambah dari hari ke hari dan dapat diukur dengan nyawa yang tak berdosa. Dunia tidak bisa menunggu untuk mendapatkan jaminan kesuksesan. Itu hanya berarti menunggu hari yang tidak akan pernah datang," kata Albanese.

Keputusan Australia ini diumumkan tak lama setelah Selandia Baru menyatakan tengah mempertimbangkan langkah serupa. Saat ini, militer Israel menguasai sekitar 75% wilayah Gaza, memaksa ratusan ribu warga meninggalkan rumah mereka yang rata dengan tanah.

Netanyahu, dalam konferensi pers akhir pekan, menegaskan bahwa negaranya telah menerapkan kekuatan secara “terukur” dalam operasi militernya.

“Bayangkan jika di dekat Melbourne atau Sydney terjadi serangan mengerikan seperti ini. Saya yakin kalian akan melakukan setidaknya hal yang sama seperti yang kami lakukan,” ujarnya.

Hamas, sebuah faksi Islamis yang masuk dalam daftar hitam terorisme Barat, memicu perang terpanjang Israel dengan serangan pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 250 orang. Di sisi lain, agresi Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 61.000 penduduk Palestina dan melukai 152.000 orang, sebagian besar di antaranya warga sipil dan anak-anak.

"Pemerintah kami telah menegaskan bahwa tidak akan ada peran bagi teroris Hamas dalam negara Palestina di masa depan. Ini adalah salah satu komitmen yang telah diupayakan dan diterima oleh Australia dari Presiden Abbas dan Otoritas Palestina," kata Albanese.

Meski belum mengerahkan pasukan tambahan untuk melancarkan operasi penuh di Gaza, rencana Israel telah menuai kecaman internasional, di tengah krisis kelaparan yang diperparah oleh pemutusan bantuan kemanusiaan pada Maret–Mei. AS, sebaliknya, tetap menunjukkan dukungan terhadap sekutunya itu.

Menteri Luar Negeri Penny Wong mengatakan telah memberi tahu Menlu AS Marco Rubio tentang rencana tersebut “sebagai bentuk kesopanan diplomatik”.

“Kita punya kesempatan untuk mendorong momentum menuju dua negara. Itulah satu-satunya prospek perdamaian,” tutup Albanese.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro