Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rahayu Saraswati Gerindra Ungkap Alasan UU TPPO Perlu Direvisi

Rahayu Saraswati dari Partai Gerindra menekankan pentingnya revisi UU TPPO agar lebih relevan dengan perkembangan zaman dan berfokus pada korban.
Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) sekaligus anggota DPR RI Rahayu Saraswati di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Kamis (31/7/2025)/BISNIS-Annisa Nurul Amara
Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) sekaligus anggota DPR RI Rahayu Saraswati di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Kamis (31/7/2025)/BISNIS-Annisa Nurul Amara

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) Rahayu Saraswati memandang perlu adanya revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.

Dia berpandangan UU TPPO yang saat ini berlaku sudah sangat lama dan tua, sehingga revisi diperlukan untuk bisa mengikuti perubahan zaman, yang mana modus-modus operandi dari para pelaku perdagangan orang juga sudah sangat berevolusi.

Politisi Gerindra itu mengemukakan UU TPPO yang baru nantinya harus memuat ketentuan soal segi digital. Pasalnya, perdagangan orang yang saat ini ada sudah merambah kepada online scamming.

“Dan tentunya bagaimana kita bisa hadir untuk korban, karena undang-undang tersebut itu lebih menitikberatkan menghadirkan keadilan tapi dari segi hukuman kepada pelaku, bukan kita fokus untuk korban,” katanya di Gedung LPSK, Jakarta Timur, pada Kamis (31/7/2025).

Dengan demikian, legislator Gerindra ini juga ingin UU TPPO baru dapat memastikan victim centered approach atau berpusat dan memperjuangkan suara-suara korban.

“Banyak dari mereka membutuhkan keadilan dan itu jangka panjang. Kita bicara bukan hanya restitusi, kita juga bicara kompensasi dari negara, kita juga bicara bagaimana untuk memastikan adanya rumah pemulihan di seluruh Indonesia untuk para korban agar mereka bisa menjadi penyintas dan bisa hidup secara produktif dan mandiri,” jelasnya.

Lebih jauh, dia mengungkapkan bahwa hingga sejauh ini Jarnas sudah memiliki draf revisi UU TPPO. Nantinya, dia ingin mendiskusikan itu dengan Kementerian/Lembaga terkait sebelum diajukan ke DPR RI.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej mengatakan pihaknya akan menyesuaikan UU TPPO dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), terutama mengenai dana abadi korban untuk lebih menitikberatkan terhadap restitusi atau kompensasi terhadap korban.

Kemudian, lanjutnya, pihaknya juga akan mengintegrasikan materi tindak pidana penyelundupan manusia yang ada di Undang-Undang Keimigrasian ke dalam UU TPPO.

“Intinya saya ingin mengatakan bahwa memang dalam menghadapi tindak pidana perdagangan orang kita membutuhkan sinergitas, kolaborasi, keberanian, dan keberpihakan,” tegasnya di tempat yang sama.

Sebagai informasi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat ada 2.373 permohonan perlindungan korban TPPO selama lima tahun sejak 2020–2024. Sementara itu, beberapa permohonan itu mengajukan permohonan restitusi, terkhusus pada 2024 mencapai Rp7,5 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro