Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut upaya pemulangan buron kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, merupakan kasus perdana yang ditangani pemerintah menggunakan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia-Singapura.
Supratman mengatakan, Kementerian Hukum sebagai otoritas pusat di Indonesia telah melengkapi seluruh berkas permohonan ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura. Kini, pemerintah Indonesia hanya bisa menunggu proses persidangan yang akan digelar 23-25 Juni 2025.
Politisi Partai Gerindra itu menyebut, persidangan yang akan digelar pertengahan Juni itu berkaitan dengan penahanan Tannos oleh otoritas Singapura.
"Agenda sidangnya kan itu menyangkut soal penahanannya di sana, satu. Yang kedua, seluruh berkas yang diberikan oleh otoritas Singapura terkait dengan permohonan ekstradisi dari kita itu sudah dinyatakan lengkap. Jadi kita tunggu saja, menyangkut soal itu," ungkap Supratman di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Supratman lalu menyebut proses hukum yang bergulir di Singapura merupakan konsekuensi dari perjanjian ekstradisi antara RI-Singapura. Perjanjian itu disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR pada 2022 lalu.
Adapun proses pemulangan Tannos yang telah ditahan otoritas Singapura sejak awal 2025 ini menggunakan perjanjian ekstradisi tersebut. Perjanjian itu pertama kali digunakan dalam kasus Tannos.
Baca Juga
"Justru konsekuensi dari perjanjian ekstradisi yang kita tandatangani, MLA yang kita tandatangani dengan Singapura, ini case pertama. Jadi belum pernah ada sebelumnya, jadi ini case pertama," ungkap pria yang pernah menjabat Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.
Adapun Supratman enggan menjawab apabila ada potensi gugatan Tannos terhadap penahanannya bakal diterima Pengadilan Singapura. Dia hanya memastikan bahwa pemerintah menunggu hasil dan proses persidangan.
Buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu juga diketahui mengajukan penangguhan penahanan kepada Pengadilan Singapura.
"Tidak boleh berandai-andai. Kita tunggu putusannya, habis itu baru kita tentukan langkahnya. Tidak boleh berandai-andai," kata Supratman.
Sebelumnya, Dirjen AHU Kemenkum Widodo menyebut salah satu tersangka pada pengembangan kasus e-KTP itu masih dalam tahanan dan belum secara sukarela untuk menyerahkan diri kepada pemerintah Indonesia.
"Proses hukum di Singapura masih berjalan, dan posisi PT saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela," ujar Widodo kepada wartawan, Senin (2/6/2025).
Widodo menyampaikan pemerintah Indonesia telah meminta pihak AGC Singapura agar terus melakukan upaya perlawanan terhadap permohonan Tannos.
Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.
Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Pada Maret 2025 lalu, lembaga antirasuah memeriksa pengusaha Andi Narogong dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP. Bekas terpidana kasus e-KTP itu diperiksa, Rabu (19/3/2025).
Andi dihadirkan sebagai saksi untuk buron kasus e-KTP Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS). Pada pemeriksaan Andi, penyidik mendalami dugaan soal adanya commitment fee pada proyek e-KTP yang berasal dari Tannos untuk anggota DPR.
"Hasil pemeriksaan Andi Narogong: Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR," ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (20/3/2025).
Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK.