Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Syarat Rusia agar Damai dengan Ukraina: Serahkan Wilayah dan Batasi Kekuatan Militer

Rusia mengajukan syarat-syarat berat dalam perundingan damai, termasuk tuntutan agar Ukraina menyerahkan sebagian besar wilayah dan membatasi militer.
Kepala delegasi Rusia dan penasihat kepresidenan, Vladimir Medinsky berbicara kepada media, setelah pertemuan di Istana Ciragan pada hari perundingan perdamaian putaran kedua antara Rusia dan Ukraina, di Istanbul, Turki, Senin (2/6/2025)./Reuters-Murad Sezer
Kepala delegasi Rusia dan penasihat kepresidenan, Vladimir Medinsky berbicara kepada media, setelah pertemuan di Istana Ciragan pada hari perundingan perdamaian putaran kedua antara Rusia dan Ukraina, di Istanbul, Turki, Senin (2/6/2025)./Reuters-Murad Sezer

Bisnis.com, JAKARTA – Rusia mengajukan syarat-syarat berat dalam perundingan damai di Istanbul pada Senin (2/6/2025), termasuk tuntutan agar Ukraina menyerahkan sebagian besar wilayah baru dan menerima pembatasan militer.

Memorandum yang dilaporkan media Rusia ini menegaskan sikap Moskow yang tak bergeming dari tujuan awal perangnya, meski seruan gencatan senjata terus digaungkan oleh Presiden AS Donald Trump dan sekutu-sekutu Barat.

Melansir Reuters, Selasa (3/6/2025), pertemuan langsung yang hanya berlangsung sekitar satu jam ini merupakan perundingan tatap muka kedua sejak Maret 2022.

Meski tidak menghasilkan terobosan berarti, kedua pihak sepakat melakukan pertukaran tawanan tambahan dengan prioritas pada tentara muda dan yang luka parah serta pemulangan 12.000 jenazah tentara.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut pertemuan ini sebagai kemajuan besar dan menyatakan harapannya untuk mempertemukan Vladimir Putin, Volodymyr Zelensky, dan Donald Trump dalam satu meja di Turki. Namun, harapan gencatan senjata belum terwujud.

Moskow menyatakan menginginkan penyelesaian jangka panjang, bukan jeda pertempuran. Sementara itu, Ukraina menilai Putin tidak tertarik pada perdamaian sejati. Presiden Zelensky menegaskan Ukraina tidak akan menyerah ataupun tunduk pada ultimatum apa pun.

Memorandum yang diterbitkan kantor berita Interfax itu menyebut bahwa penyelesaian konflik harus mencakup pengakuan internasional atas Krimea dan empat wilayah Ukraina lainnya yang diklaim Rusia, serta penarikan penuh pasukan Ukraina dari kawasan tersebut.

Rusia juga kembali menuntut agar Ukraina menjadi negara netral, tidak bergabung dalam NATO, menjadikan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi, dan mengesahkan undang-undang yang melarang pemuliaan Nazi. Ukraina mengecam tudingan Nazi tersebut sebagai fitnah dan menolak tuduhan diskriminasi terhadap penutur bahasa Rusia.

Moskow menawarkan dua skema gencatan senjata. Opsi pertama: Ukraina harus mundur sepenuhnya dari Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson—wilayah yang saat ini hanya sebagian besar dikendalikan Rusia. Opsi kedua: Ukraina diminta menghentikan seluruh mobilisasi militer dan menghentikan dukungan militer asing, komunikasi satelit, dan intelijen. Ukraina juga diminta mencabut darurat militer serta menyelenggarakan pemilu presiden dan parlemen dalam waktu 100 hari.

Kepala delegasi Rusia Vladimir Medinsky menyebut Moskow juga mengusulkan gencatan senjata selama dua hingga tiga hari di beberapa titik garis depan untuk memungkinkan evakuasi jenazah tentara.

Sementara itu, Ukraina menyodorkan peta jalan damai versinya sendiri, yang memuat syarat tidak adanya pembatasan militer usai perdamaian, penolakan pengakuan kedaulatan Rusia atas wilayah yang direbut, dan tuntutan ganti rugi.

Konflik di medan tempur juga memanas. Rusia meluncurkan serangan drone terbesar sepanjang perang, mempercepat laju ofensifnya selama Mei.

Pada Minggu, Ukraina mengklaim telah meluncurkan 117 drone dalam Operasi “Jaring Laba-laba” untuk menyerang armada pembom jarak jauh Rusia di pangkalan udara di Siberia dan wilayah utara.

Citra satelit menunjukkan kerusakan cukup parah, meski versi dari kedua pihak saling bertentangan. Analis militer Barat menyebut ini sebagai salah satu serangan paling nekat dan strategis yang dilakukan Ukraina selama perang.

Serangan ini menyasar armada pembom strategis Rusia—bagian penting dari triad nuklir Rusia yang mencakup rudal darat dan peluncur dari kapal selam. Di tengah peringatan berulang Putin soal kekuatan nuklir Rusia, Barat tetap waspada akan risiko eskalasi menuju Perang Dunia Ketiga.

Seorang pejabat pemerintah AS mengatakan Gedung Putih dan Trump tidak diberi tahu sebelum serangan. Seorang mantan pejabat mengungkapkan bahwa Ukraina sering menyembunyikan rencana operasinya dari Washington demi alasan keamanan. Pejabat Inggris juga mengaku tidak diberi informasi sebelumnya.

Zelensky menyatakan bahwa operasi itu, dengan drone disembunyikan di gudang kayu, berhasil mengembalikan kepercayaan para mitra bahwa Ukraina masih mampu melanjutkan perang.

“Kami tidak akan menyerah. Kami tidak akan tunduk pada ultimatum mana pun. Tapi kami juga tidak ingin berperang. Kami hanya menunjukkan kekuatan karena musuh menolak berhenti,” tegasnya, seperti dikutip Reuters.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper