Bisnis.com, MAKKAH — Setelah negosiasi dengan Kementerian Kesehatan Arab Saudi, Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) diizinkan beroperasi dan membuka perawatan untuk jemaah yang membutuhkan. Sebelumnya, operasional KKHI terganjal izin dari Pemerintah Arab Saudi, dengan demikian hanya bisa melakukan pertolongan pertama. Jemaah yang membutuhkan perawatan, sebelumnya wajib dirujuk ke rumah sakit di Arab Saudi.
Menag sebelumnya telah menjelaskan bahwa faktor bahasa menjadi kendala utama dalam perawatan di rumah sakit Saudi. Banyak jemaah enggan dirujuk dan dirawat di rumah sakit sehingga menahan rasa sakitnya.
"Sekarang dengan adanya [KKHI] aktif kembali ini, maka penyakit-penyakit yang tidak harus langsung dirujuk [ke rumah sakir Arab Saudi], bisa dirujuk di sini saja," kata Nasaruddin di Makkah, Selasa (3/6/2025).
Namun demikian, bagi jemaah penderita penyakit berat dan kronis sehingga memerlukan perawatan lebih lanjut, tetap harus dirujuk ke rumah sakit. Misalnya, jemaah yang harus melakukan cuci darah, tidak bisa diberi perawatan di KKHI.
"Saya menganggap bahwa kebijakan Saudi Arabia itu demi kepentingan pasien itu sendiri. Jadi kita harus baik sangka juga kepada Pemerintah Saudi bahwa semua kebijakan yang dilakukan itu untuk kemaslahatan tamunya sendiri yaitu jemaah," katanya.
Upaya untuk menegosiasikan beroperasinya KKHI berawal dari keprihatinan Pemerintah Arab Saudi terhadap banyaknya jemaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci. Menurut Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kemenag, hingga Selasa (3/6/2025) pukul 14:30 Waktu Arab Saudi (WAS), sebanyak 132 jemaah telah meninggal dunia.
Baca Juga
Dari jumlah tersebut, 81 merupakan laki-laki, dan 51 diantaranya adalah perempuan. Secara sebaran umur, 60 diantaranya berkisar 41 tahun hingga 64 tahun. Sedangkan 72 jemaah wafat adalah mereka yang berusia di atas 64 tahun.