Bisnis.com, JAKARTA — Tugas penyelenggaraan ibadah haji akan segera beralih dari Kementerian Agama kepada Badan Penyelenggara Haji (BP Haji). Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan bahwa usai tak mengembang tugas tersebut, pihaknya bisa fokus mengurusi tugas-tugas lain di luar haji.
Meski demikian, kepastian mengenai peralihan tugas tersebut masih harus menunggu finalnya revisi UU No.8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang pada Kamis (24/7/2025) baru ditetapkan sebagai usulan DPR. Revisi beleid ini ditargetkan selesai paling lambat sebelum masa sidang 2025 berakhir.
"Kementerian Agama bisa lebih berkonsentrasi ke urusan yang lain karena kami punya banyak Direktorat Jenderal, ada Pendidikan Islam, ada Bimas Agama Islam, Bimas Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Ada juga Litbang, ada Itjen, terutama menyangkut masalah pesantren dan perguruan tinggi Islam. Banyak sekali pekerjaan di Kementerian Agama yang membutuhkan konsentrasi," kata Nasaruddin saat konferensi pers di malam pembukaan rapat nasional evaluasi penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 di Tangerang, Banten, Senin (28/7/2025).
Nasaruddin juga menjelaskan bahwa di antara berbagai tahapan penyelenggaraan ibadah haji, yang paling berat justru bukanlah layanan di Tanah Suci, tetapi pemberkasan ratusan ribu jemaah yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam waktu yang relatif singkat, lanjutnya, para petugas Kemenag di seluruh Indonesia, harus mengebut pemberkasan.
"Di antara mereka, ada yang di perdesaan, ada yang di pulau-pulau kecil. Terpaksa kami mengerahkan KUA bahkan majelis taklim untuk menemukan 221.000 orang yang mendaftar 20-30 tahun yang lampau. Karena itu, dengan beralihnya urusan haji kepada BP Haji, maka energi kami bisa lebih berkonsentrasi pada urusan-urusan Kementerian Agama," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BP Haji Mochammad Irfan Yusuf sempat melontarkan usulan agar peralihan kewenangan penyelenggaraan ibadah haji dilakukan secepat mungkin, tanpa harus menunggu revisi undang-undang selesai.
Baca Juga
Namun demikian, Nasaruddin mengatakan bahwa hal tersebut tak bisa dilakukan tanpa adanya keputusan presiden (Keppres) sebagai tindak lanjut disepakatinya revisi UU Haji dan Umrah di DPR.
"Berkali-kali kami surat-menyurat dengan Kemenkeu, dan Kemenko [Perekonomian]. Kami mendapatkan arahan bahwa yang seperti ini harus sesuai Keppres, termasuk peralihan ini harus ada Keppres," ujar Nasaruddin.