Bisnis.com, JAKARTA -- Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Budi Raharjo bercerita soal proses pengejaran tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku saat operasi tangkap tangan (OTT) 2020 lalu.
Saat menjadi saksi di persidangan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Jumat (16/5/2025), Arif menceritakan bahwa OTT dilakukan pada 8 Januari 2020. Sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyelidikan terhadap dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 pada akhir 2019.
Pada hari-H OTT, terdapat lebih dari satu tim yang diterjunkan ke lapangan untuk mengejar beberapa pihak terkait dengan kasus suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017-2022, Wahyu Setiawan. Arif menyebut timnya ditugaskan untuk mengikuti gerak-gerik Harun Masiku.
Arif mengatakan, timnya dibantu dengan sejumlah tim surveillance menunggu di Thamrin Residence, Jakarta Pusat, di mana merupakan lokasi kediaman Harun. Namun, pria yang sebelumnya menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPR 2019-2024 dari PDIP itu sudah berada di lokasi lain. Menurut Arif, Harun diketahui berpindah-pindah tempat.
"Nah kami mendeteksi bahwa HM ini memang dari sisi update posisi itu dia lompat-lompat, cuma yang kami sering pahami, saya juga pada saat itu awalnya pertama heran, kenapa pada posisinya itu kdang dekat kadang jauh," terang Arif kepada jaksa penuntut umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).
Kemudian, tim menemukan bahwa posisi Harun berada di sekitar hotal Grand Hyatt, Jakarta. Arif menyebut dia menghabiskan waktu cukup lama di sana. Tim pun diminta Arif agar memantau pergerakan Harun secara ketat agar tidak sampai hilang.
Baca Juga
Namun demikian, setelah tim akhirnya memutuskan untuk masuk ke Grand Hyatt, Harun terlihat bergerak menuju naik lift. Dia tidak menuju ke area kamar, melainkan ke pusat perbelanjaan.
"Kami kejar sampai bawah, tim S melihat pada saat itu bahwa HM menyelinap kemudian menggunakan sepeda motor," ucap penyelidik KPK itu.
Dari Grand Hyatt, tim menduga Harun pergi ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Di antara dua titik lokasi itu, tim Arif mendapatkan informasi bahwa Harun ditelepon oleh seseorang yang memerintahkannya agar merendam ponselnya ke air.
Saat itu, Harun diduga bersama dengan satpam kantor DPP PDIP, Nur Hasan. Sesampainya di PTIK, ponsel Harun mati sehingga tim melacak posisi Harun melalui Nur Hasan.
"Pada saat itu karena HP HM mati, dan akan dijemput Hasan, yang kami lakukan adalah update posisi Hasan. Kami sempat berputar-putar di PTIK, tapi kalau dilihat di sisi update-nya ada di dalam (gedung)," ungkap Arif.
Bertemu Penyidik Rossa
Adapun di PTIK Arif bertemu dengan tim penyidik KPK Rossa Purbo Bekti. Pada sidang pekan sebelumnya, Jumat (9/5/2025), Rossa bersaksi di persidangan Hasto bahwa timnya digeledah oleh beberapa orang di PTIK.
"Kami didatangi oleh beberapa orang, diinterogasi, dan kami diamankan dalam posisi kami dibawa ke dalam suatu ruangan. Rombongan kami ada 5 orang, sehingga itu menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu," kata Rossa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
Untuk diketahui, pada persidangan tersebut, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Pada dakwaan kedua, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.
Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.
Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.
"Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku," demikian bunyi dakwaan jaksa.