Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Sebut Usulan Prabowo Pilkada Dipilih DPRD Keliru dan Melanggar Konstitusi

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menanggapi usulan Presiden Prabowo Subianto terkait dengan Pilkada oleh DPRD dinilai tidak tepat.
Presiden Prabowo Subianto menghadiri acara penyerahan secara digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2025, serta peluncuran Katalog Elektronik versi 6.0, yang digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 10 Desember 2024. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
Presiden Prabowo Subianto menghadiri acara penyerahan secara digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2025, serta peluncuran Katalog Elektronik versi 6.0, yang digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 10 Desember 2024. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menanggapi usulan Presiden Prabowo Subianto terkait dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD dinilai tidak tepat lantaran melanggar secara konstitusional.

Bivitri menekankan memang betul jika merujuk pada pasal 18 ayat (4) UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis. Namun, lanjut dia, terdapat putusan Mahkamah Konstitusi 2004 yang berisikan makna sebenarnya adalah untuk dilakukan secara langsung.

Kendati demikian, dia mengemukakan dirinya setuju jika Pilkada perlu dievaluasi, tetapi evaluasinya tidak langsung lompat menyimpulkan. Menurutnya, jika memang ingin evaluasi, bisa dilihat soal masalah biaya Pilkada yang tinggi dan banyaknya politik uang.

“Kalau langsung jawabannya adalah Pilkada menjadi tidak langsung, itu namanya lompat kesimpulan, bukan cara berlogika yang benar dan inkonstitusional juga. Kalau diurai, kita akan ketemu akar masalah sebenarnya adalah partai politik dan politikus,” katanya saat dihubungi Bisnis, pada Senin (16/12/2024).

Maka demikian, Bivitri memandang bahwa hal yang seharusnya dibenahi adalah partai politik itu sendiri. Jika hanya memindahkan sistem pemilihan yang semula langsung menjadi ke DPRD dan partai politik tidak berbenah diri, dia yakin tidak akan ada penyelesaian masalah.

Lebih lanjut, dia turut mengemukakan bila Pilkada dilakukan secara langsung, setidaknya aka koneksi antara warga dengan pilihannya tersebut. Tak hanya itu, tambahnya, warga juga akan memiliki keinginan untuk melakukan pengawasan dan kepala daerah pun bertugas melayani publik.

“Kalau lolos benar-benar ke DPRD, maka koneksi itu gak akan muncul. Yang ada malah pimpinan atau kepala daerah akan hanya sibuk melayani DPRD-nya. Kemudian yang kedua, juga akan semakin merusak sistem demokrasi kita,” ujarnya.

Senada, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari turut melihat bahwa usulan yang Presiden Prabowo layangkan tersebut secara prinsip konstitusional adalah salah tempat dan salah kaprah.

Menurut dia, pemaknaan demokratis dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945 adalah untuk menghormati metode pemilihan kepada daerah berdasarkan prinsip otonomi khusus yang dipakai di beberapa provinsi yang memiliki keistimewaan atau kekhususan masing-masing.

“Nah sementara para pembentuk undang-undang dasar perubahan kita, menghendaki yang lain dari yang khusus itu sama, yaitu dipilih secara langsung. Inilah yang kemudian menjadi dasar gagasan pemilihan kepala daerah asimetris di Indonesia. Tidak dapat dimaknai hal yang umum dipilih secara langsung itu diganti dalam konsep metode pemilihan melalui DPRD,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, pada Senin (16/12/2024).

Hal ini karena, kata dia, satu sisi itu tidak sesuai dengan semangat reformasi konstitusi yang berbicara mengenai otonomi daerah yang seluas-luasnya.

Lebih jauh, Feri juga menyinggung dan menilai soal biaya mahal Pilkada yang sebenarnya disebabkan oleh peserta dan penyelenggara yang boros.

“Jadi kemahalan ini dilakukan oleh peserta dan penyelenggara, tapi yang dihukum adalah rakyat yang memiliki kedaulatan dengan dicabutnya hak rakyat untuk memilih, kan salah kaprah,” pungkas dia.

Prabowo Ingin Hapus Pilkada Langsung

Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD, alih-alih langsung oleh rakyat. Usulan itu dilandasi oleh kondisi pelaksanaan pilkada langsung yang menelan biaya hingga triliunan rupiah. 

“Apalagi ada Mbak Puan, kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan partai-partai lain. Mari kita berpikir, mari kita tanya. Apa sistem ini berapa puluh triliun habis dalam satu dua hari? Dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing,” ujarnya di HUT ke-60 Golkar yang dihelat di SICC, Bogor, pada Kamis (12/12/2024).  

Dia lantas memberi contoh sistem pemilihan kepala daerah di Malaysia dan India. Di dua negara tersebut, wakil rakyat tingkat daerah memilih kepala pemerintahan tingkat provinsi dan kota/kabupaten. 

Prabowo menilai bahwa anggaran pemilihan langsung yang dikeluarkan dapat direalokasi ke kebutuhan lain. Misalnya perbaikan infrastruktur pendidikan hingga irigasi. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper