Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rusia Tuduh AS Gunakan Taiwan untuk Picu Krisis di Asia

Rusia menuduh Pemerintah Amerika Serikat (AS) menggunakan Taiwan untuk memprovokasi krisis serius di kawasan Asia.
Bendera Rusia di sebuah kapal yang berada di St Petersburg, Rusia. / Bloomberg-Andrey Rudakov
Bendera Rusia di sebuah kapal yang berada di St Petersburg, Rusia. / Bloomberg-Andrey Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA - Rusia menuduh Amerika Serikat (AS) menggunakan Taiwan untuk memprovokasi krisis serius di kawasan Asia. Pernyataan ini semakin menegaskan dukungan Rusia pada sikap China terhadap Taiwan.

"Kami melihat bahwa Washington, yang melanggar prinsip 'satu China' yang diakuinya, memperkuat kontak militer-politik dengan Taipei dengan slogan mempertahankan status quo, dan meningkatkan pasokan senjata," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Andrei Rudenko, kepada kantor berita pemerintah, TASS, yang dikutip dari Reuters pada Senin (25/11/2024).

Rudenko menuturkan tujuan dari campur tangan AS yang begitu kentara dalam urusan kawasan ini adalah untuk memprovokasi RRC (Republik Rakyat China) dan menciptakan krisis di Asia demi kepentingan pribadinya sendiri. 

Adapun, laporan tersebut tidak menyebutkan kontak spesifik yang dirujuk Rudenko. China memandang Taiwan yang diperintah secara demokratis sebagai wilayahnya sendiri, sebuah klaim yang ditolak oleh pemerintah Taiwan. 

AS adalah pendukung internasional dan pemasok senjata terpenting bagi Taiwan, meskipun tidak ada pengakuan diplomatik resmi. Hingga saat ini, Departemen Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Rudenko.

Pada September lalu, Presiden Joe Biden menyetujui dukungan militer senilai US$567 juta untuk Taiwan. Rusia menanggapi bahwa pihaknya mendukung China dalam isu-isu Asia, termasuk kritik terhadap upaya AS untuk memperluas pengaruhnya dan "upaya yang disengaja" untuk mengobarkan situasi di sekitar Taiwan.

China dan Rusia mendeklarasikan kemitraan "tanpa batas" pada Februari 2022 ketika Presiden Vladimir Putin mengunjungi Beijing sesaat sebelum melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina, yang memicu perang darat paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Pada bulan Mei tahun ini, Putin dan Presiden China, Xi Jinping, menjanjikan "era baru" kemitraan antara dua rival terkuat Amerika Serikat, yang mereka gambarkan sebagai hegemon Perang Dingin yang agresif yang menebar kekacauan di seluruh dunia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper