Bisnis.com, JAKARTA - Korea Utara mengatakan sekitar 1,4 juta anak muda termasuk pelajar dan pejabat liga pemuda bergabung atau kembali menjadi tentara pada pekan ini.
Menurut laporan media pemerintah Korea Utara, KCNA, pada Rabu (16/10/2024), para pemuda, termasuk pelajar dan pejabat liga pemuda yang telah menandatangani petisi untuk bergabung dengan tentara, bertekad untuk berperang dalam perang suci untuk menghancurkan musuh dengan senjata revolusi.
Foto-foto yang diterbitkan oleh KCNA menunjukkan anak-anak muda yang disebut menandatangani petisi di lokasi yang dirahasiakan.
Klaim Korut bahwa ada lebih dari satu juta pemuda yang secara sukarela mendaftar di Tentara Rakyat Korea terjadi di tengah memuncaknya ketegangan di semenanjung Korea. Pihaknya juga pernah membuat klaim serupa di masa lalu ketika ketegangan meningkat di wilayah tersebut.
Mengutip Reuters, media pemerintah pada tahun lalu melaporkan 800.000 warga Korea Utara dengan sukarela bergabung dengan militer untuk berperang melawan Amerika Serikat.
Pada tahun 2017, hampir 3,5 juta pekerja, anggota partai, dan tentara secara sukarela bergabung atau bergabung kembali dengan tentara, kata media pemerintah negara tertutup tersebut pada saat itu. Sangat sulit untuk memverifikasi klaim Korea Utara.
Baca Juga
Menurut data International Institute for Strategic Studies (IISS), Korea Utara memiliki 1,28 juta tentara aktif dan sekitar 600.000 tentara cadangan. IISS juga menyatakan bahwa mereka mempunyai 5,7 juta pasukan cadangan Garda Merah Pekerja/Petani dengan banyak unit yang tidak bersenjata.
Sebagai tanda terbaru dari meningkatnya ketegangan, Korea Utara meledakkan bagian jalan dan jalur kereta api antar-Korea di sisi perbatasan kedua Korea yang dijaga ketat pada hari Selasa, sehingga mendorong militer Korea Selatan untuk melepaskan tembakan peringatan.
Pyongyang mengatakan pada pekan lalu bahwa pihaknya akan memutus seluruh jalan raya dan jalur kereta api antar-Korea dan semakin membentengi wilayah di sisi perbatasannya sebagai bagian dari upayanya untuk menerapkan sistem “dua negara”, sehingga membatalkan tujuan unifikasi yang sudah lama ada.
Kedua negara Korea secara teknis masih berperang setelah perang mereka pada tahun 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Korea Utara juga menuduh Seoul mengirimkan drone ke ibu kotanya dan kedua Korea telah bentrok karena balon sampah yang diterbangkan sejak Mei dari Korea Utara. Pyongyang mengatakan peluncuran tersebut merupakan respons terhadap balon yang dikirim oleh aktivis anti-rezim di Korea Selatan.
Pemerintah Korea Selatan menolak mengatakan apakah militer atau warga sipilnya yang menerbangkan drone tersebut ke Pyongyang.
“Jika terjadi perang, Korea Selatan akan terhapus dari peta. Karena negara ini menginginkan perang, kami bersedia mengakhiri keberadaannya,” kata laporan KCNA, mengacu pada nama resmi Korea Selatan, Republik Korea.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan memperingatkan pada hari Minggu “jika Korea Utara membahayakan keselamatan rakyat kami, hari itu akan menjadi akhir dari rezim Korea Utara,” kantor berita Yonhap melaporkan.