Bisnis.com, PEKANBARU-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sekitar 1,9 juta hektare perkebunan di wilayah Riau dari sebanyak 117 perusahaan, terindikasi ilegal dan melanggar aturan.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus koordinator pelaksana Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Pahala Nainggolan menyebut terdapat 1,9 juta hektare atau 21,4% dari luas wilayah perkebunan di Provinsi Riau yang teridentifikasi tumpang tindih, berdasarkan Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI).
"Beberapa perusahaan telah membayar sanksi administratif berdasarkan aturan pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK). Terdapat sekitar 94 perusahaan pelanggar pasal 110A, yang berpotensi menyumbangkan PNBP sekitar Rp150 miliar," ujarnya Kamis (6/6/2024).
Sementara itu untuk pelanggar 110B UU CK, tercatat sekitar 23 perusahaan dengan potensi PNBP hampir Rp800 miliar.
Kemudian untuk aktivitas pertambangan ilegal di dalam Kawasan hutan Riau, berdasarkan IUP dan PPKH terdapat lebih dari 500 hektar aktivitas tambang yang diduga dilakukan 5 perusahaan yang melanggar pasal 110B.
"Saat ini di Provinsi Riau memiliki hampir 27.000 hektar aktivitas tambang ilegal di areal penggunaan lahan yang lain, yang belum diketahui nama perusahaannya, sehingga belum jelas pengenaan sanksinya," ujarnya.
Baca Juga
Menurutnya Riau merupakan satu dari 5 provinsi piloting Stranas PK. Selain Riau, terdapat provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Papua dan Kalimantan Timur yang juga merupakan pelaksana aksi penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang melalui pendekatan kebijakan satu peta, yang didorong Stranas.
"Diharapkan dengan kegiatan koordinasi ini potensi penerimaan PNBP atas sanksi terhadap perusahaan di Provinsi Riau yang melanggar dapat semakin optimal," pungkasnya.