Bisnis.com, JAKARTA - Majelis Umum PBB sangat mendukung resolusi yang dirancang oleh negara-negara Arab yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera dan menuntut akses bantuan ke Gaza dan perlindungan warga sipil.
Meskipun tidak mengikat, resolusi tersebut memiliki bobot politik dan mencerminkan suasana global. Keputusan tersebut disambut dengan tepuk tangan dengan 121 suara mendukung, sementara 44 suara abstain dan 14 suara – termasuk Israel dan Amerika Serikat – memilih tidak.
Di New York pada Jumat (27/10/2023) malam, ratusan pengunjuk rasa yang menuntut gencatan senjata memaksa para pejabat menutup Terminal Grand Central, salah satu pusat transit utama di kota itu, kata Otoritas Transportasi Metropolitan.
Demonstrasi tersebut diorganisir oleh sebuah kelompok bernama Jewish Voice for Peace.
Setelah Israel mengumumkan peningkatan operasi, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Amerika Serikat (AS) mendukung penghentian aktivitas militer Israel di Gaza untuk memberikan bantuan kemanusiaan, bahan bakar, dan listrik kepada warga sipil di sana.
Kirby tidak mau mengomentari perluasan operasi darat tersebut. Namun dia mengatakan Washington mendukung hak Israel untuk membela diri dan menambahkan: “Kami tidak menarik garis merah untuk Israel.”
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa jika mengeluarkan lebih dari 200 sandera yang diculik oleh Hamas dari Gaza memerlukan jeda sementara, maka AS mendukung hal tersebut.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, dalam percakapan telepon dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, "menggarisbawahi pentingnya melindungi warga sipil" selama operasi di Gaza, kata Pentagon pada hari Jumat (27/10/2023).
Soal korban, Israel mengatakan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, tewas dan lebih dari 200 orang disandera, beberapa di antaranya warga negara asing atau berkewarganegaraan ganda Israel.
Sejak serangan pada 7 Oktober lalu, otoritas kesehatan Palestina mengatakan, pemboman Israel telah menewaskan lebih dari 7.000 warga Palestina.